Liputan6.com, Jakarta - Asisten 3 Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Suriansyah membenarkan adanya permintaan jatah 5 sampai 10 persen pada setiap proyek di Kutai Kartanegara. Jatah tersebut dikoordinir oleh Junaedi, anggota tim pemenangan Rita saat maju sebagai calon Bupati Kutai Kartanegara nonaktif Rita Widyasari.
Awalnya, Suriansyah mengaku tidak tahu persentase jatah yang diminta Pemkab Kutai Kartanegara kepada pelaksana proyek. Namun saat BAP miliknya dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum pada KPK, dia tidak menampik hanya saja angka tersebut tidak secara langsung dia ketahui dari Junaedi ataupun anggota tim pemenangan Rita, yang kemudian dinamakan sebagai tim 11.
Baca Juga
"Penyidik pertama kali yang mengatakan kadis-kadis lain mengatakan, ada pemotongan 5 persen sehingga kami membenarkan karena itu yang kami dengar, kami tidak langsung tahu," ujar Suriansyah saat hadir sebagai saksi untuk terdakwa Rita Widyasari di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (10/4).
Advertisement
Dalam BAP tersebut dia mengatakan pada setiap proyek, Pemkab mendapat uang sekitar Rp 408 juta jika nilai proyek senilai Rp 2 miliar lebih. Dia menambahkan, jika tidak melalui Junaedi, uang jatah Pemkab akan diberikan oleh anggota tim 11 lainnya.
Dia juga menjelaskan, alasan sejumlah pelaksana proyek mau memberi jatah dengan persentasi tertentu agar tetap mendapat pekerjaan di tahun-tahun berikutnya.
"Jika fee tidak diberikan maka tahun depan tidak akan diberikan pekerjaan lagi," ujarnya.
Keterangan yang disampaikan Suriansyah sudah pernah disampaikan oleh Direktur PT Citra Gading Asritama, Ihsan Suaidi. Menurutnya pemberian uang ke pihak eksekutif ataupun legislatif pada setiap pengerjaan proyek merupakan kebiasaan para pelaksana proyek, kontraktor.
"Kebiasaan jasa konstruksi harus berikan itu, kalau jasa konstruksi enggak berikan dana itu, tahun depan enggak dapat pekerjaan lagi," ujar Ihsan.
Dia tak menampik pernah memberikan sejumlah uang ke orang dekat Rita Widyasari, Khairuddin terkait pengerjaan proyek di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Dia menuturkan, uang yang diberikannya baik untuk Khairuddin ataupun Rita merupakan uang Material Pusat (Matpus).
Dalam catatan keuangan perusahaannya, jatah untuk Bupati, DPRD, ataupun dinas terkait telah dialokasikan 10 persen. Namun dia tidak merinci persentase bagian untuk Rita dalam setiap proyek yang dia kerjakan.
"Dana yang diserahkan 13,5 persen dari nilai kontrak itu terus kemudian persentase itu sudah seperti itu, 10 persen untuk Khairuddin, Bupati Kutai Kartanegara, dan DPRD Kutai Kartanegara, 1 persen untuk PA Kadis atau Kepala badan, 1 persen KPA. Benar alokasi seperti ini?" tanya Ketua Majelis Hakim Sugiyanto saat mengonfirmasi Berita Acara Pemeriksaan Ihsan.
"iya benar pak," jawab Ihsan.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Pengakuan Anak Buah Bupati Rita
Sebelumnya, anak buah Ihsan, Marsudi mengaku pernah diminta memberi uang kepada Khairuddin beberapa kali dengan besaran Rp 1 miliar, Rp 500 juta, dan Rp 200 juta. Dia juga pernah diminta memberi uang untuk Rita melalui Khairuddin dengan mata uang dolar Amerika.
"Waktu saya serahkan di Le Grandeur saya dapat informasi dari Pak Ihsan itu untuk operasional bu Rita," ujar Marsudi.
Namun Marsudi sendiri mengaku tidak melihat secara langsung fisik dolar yang diberikan Ihsan kepada Khairuddin lantaran dimasukkan ke dalam ransel.
Penerimaan gratifikasi oleh Rita tercatat sebanyak 12 kali transaksi dengan beberapa tahap. Selain itu, adanya gratifikasi juga diketahui diurus melalui tim sukses Rita saat Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara, kemudian dikenal dengan panggilan Tim 11. Khairuddin termasuk anggota Tim 11 dan saat ini menjadi terdakwa atas penerimaan gratifikasi bersama-sama Rita.
Atas perbuatannya, Rita didakwa telah melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 64 KUHP.
Advertisement