Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, Presiden Jokowi akan menjalankan aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait penggunaan pesawat kepresidenan oleh calon presiden petahana saat cuti kampanye.
Jika KPU memperbolehkan capres petahana menggunakan pesawat kepresidenan, Jokowi menjalankannya.
Baca Juga
"Sekarang yang jadi komandan dalam pemilu ini kan KPU. Saya pikir ya keputusan-keputusan KPU harus jadi semangat bersama untuk mengikuti," ujarnya di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu 11 April 2018.
Advertisement
Moeldoko mengatakan, meski nanti Jokowi maju sebagai capres, dia tetap bisa menjalankan tugas Kepala Negara. Mantan Wali Kota Solo itu sangat dibutuhkan rakyat setiap saat, termasuk pada masa kampanye pilpres.
Apalagi, kata Moledoko, jika saat kampanye pilpres terjadi insiden darurat dan membutuhkan kehadiran presiden. Pada kondisi itu, ketersediaan pesawat kepresidenan sangat dibutuhkan untuk mengantarkan Jokowi ke lokasi kejadian.
"Nah masa enggak boleh pakai pesawat? Padahal itu masa- masa kampanye. Ini yang agak sulit. Karena itu, yang penting ada pemahaman bersama bahwa tugas-tugas kenegaraan tetap berjalan walaupun dalam kampanye," ucapnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
KPU Izinkan
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman mengatakan capres petahana diperbolehkan menggunakan pesawat kepresidenan saat cuti kampanye Pilpres 2019. Dia beralasan pesawat kepresidenan merupakan salah satu hak melekat presiden.
"Loh itu kan yang melekat," kata Arief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin 9 April 2018.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Menurut Fadli, pesawat kepresidenan hanya digunakan presiden saat bertugas bukan saat cuti kampanye.
Fadli menyebut pesawat kepresidenan bukan bagian dari keamanan. Sebab, pengamanan seperti pengawal hingga ajudan secara protokoler pasti sudah disediakan sebagai hak melekat presiden.
"Jangan sampai nanti menimbulkan ketidakadilan. Ini kan bukan persoalan sekarang saja, bisa saja untuk yang akan datang. Aturan itu harus dibuat dengan satu visi ke depan yang bisa relatif lebih permanen," ucap Fadli.
Reporter: Titin
Sumber: Merdeka.com
Advertisement