Sukses

Polri Siap Lanjutkan Penyidikan Kasus Korupsi Bank Century

Polri siap menerima tantangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan praperadilan kasus Century yang diajukan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI).

Liputan6.com, Jakarta - Polri menyatakan siap melanjutkan penyidikan kasus Century. Namun Polri belum bisa mengambil alih kasus tersebut lantaran masih ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Polri siap menerima tantangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI). Polri siap mengusut kasus Century seandainya tak dilanjutkan KPK.

"Kita tunggu saja perkembangannya. Polri tidak pernah tidak siap. Kita selalu siap," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (12/4/2018).

Hanya saja, Polri tidak bisa begitu saja menjalankan putusan pengadilan untuk menetapkan mantan Gubernur BI sekaligus mantan Wakil Presiden Boediono cs sebagai tersangka kasus Century. Sebab, ada mekanisme tersendiri untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Kita nanti lihat dulu, harus ada unsur-unsur yang memang memenuhi sebagai tersangka. Kalau ndak ya nggak bisa lah. Kita tidak bisa. Harus ada unsur-unsur yang memang dilanggar," ucap Setyo.

Sebelumnya, PN Jaksel mengabulkan permohonan praperadilan untuk sebagian yang dilayangkan MAKI terkait kelanjutan penyidikan kasus Century.

Selain melanjutkan proses penyidikan, KPK selaku termohon juga diperintahkan menersangkakan mantan Gubernur BI sekaligus mantan Wapres Boediono ss. Jika tidak bisa, penanganan kasus tersebut dapat dilimpahkan ke lembaga penegak hukum lain.

"Dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dan kawan-kawan sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama terdakwa Budi Mulya, atau melimpahkannya kepada kepolisian dan atau kejaksaan untuk dilanjutkan dengan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat," ucap hakim tunggal Effendi Mukhtar.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Awal Mula Kasus Century

Kasus Century berawal dari kepanikan atau rush nasabahnya, sehingga melakukan penarikan dana besar-besaran pada 13 November 2008. Pada 20 November 2008 Bank Indonesia (BI) menyatakan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Pada 2013, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan kepada KPK Laporan Hasil Perhitungan (LHP) kerugian negara atas kasus pemberian FPJP kepada Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik tersebut. Terkuak, ternyata uang negara yang "ditilep" mencapai Rp 7,4 triliun.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan terdapat penyimpangan yang dilakukan pihak-pihak terkait," kata Ketua BPK, Hadi Poernomo, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin, 23 Desember 2013.

Menurut dia, pertama ditemukan kerugian negara akibat pemberian FPJP dari BI kepada Bank Century sebanyak Rp 689,39 miliar. Nilai tersebut merupakan penyaluran FPJP pada 14, 17, dan 18 November 2008.

Kedua, penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik telah mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 6,76 triliun. Nilai tersebut merupakan keseluruhan penyaluran Penyertaan Modal Sementara (bail out) oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"Itu terhitung selama periode 24 November 2008 sampai 24 Juli 2009," ujar Hadi. Sehingga jika dijumlahkan, total kerugian negara akibat kasus tersebut mencapai Rp 7,449,39 triliun.

Pemeriksaan LHP kerugian negara itu dilaksanakan berdasarkan surat permintaan KPK pada 15 April 2013 lalu. Selanjutnya, setelah dilakukan koordinasi antara BPK dan KPK pada 18 Oktober 2013, BPK menerbitkan surat tugas pemeriksaan dalam rangka penghitungan kerugian negara.

"BPK pun telah menyelesaikan perhitungan kerugian negara dalam kasus ini pada 20 Desember 2013," ujar Hadi.

Beberapa orang yang terlibat dalam kasus ini belum bisa ditangkap alias buron. Dua buron kasus Century di antaranya malah melakukan perlawanan di forum arbitrase International Centre for Settlement Investment Disputes (ICSID). Keduanya adalah Hesham Al-Warraq dan Rafat Ali Rizvi.