Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa korupsi proyek e-KTP Setya Novanto mengatakan tidak terlibat pemberian fee untuk DPR. Ia menjelaskan kesepakatan itu melibatkan Irman, mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, dan mantan Ketua Komisi II DPR, Burhanuddin Napitupulu.
"Di luar tanggung jawab saya. Apalagi kesepakatan itu dilakukan sebelum Andi Agustinus berkenalan dengan saya di hotel Grand Mulia," ujar Novanto saat membacakan nota pembelaan pribadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (13/4/2018).
Baca Juga
Dalam pembelaan itu, dia juga mengatakan pemberian komitmen untuk anggota DPR sengaja dilakukan tanpa sepengetahuannya. Novanto menganggapnya sebagai jebakan untuk menyeretnya dalam pusaran korupsi proyek e-KTP.
Advertisement
Ia juga menyoroti rekaman percakapan Johannes Marliem dan Andi Narogong saat melakukan sarapan bersama di kediamannya.
"Apalagi di muka persidangan Johannes Marliem telah menjebak saya, sengaja merekam pembicaraan dengan pertemuan dengan saya," ujar Novanto.
Â
Dituntut 16 Tahun
Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar atas tindakan korupsi proyek e-KTP. Jaksa penuntut umum pada KPK menyatakan, dari proyek tersebut Novanto memperkaya diri sendiri senilai 7,3 juta dolar Amerika hingga akhirnya negara dirugikan Rp 2,9 triliun.
Dalam persidangan juga terungkap bahwa Novanto telah mengembalikan uang Rp 5 miliar kepada KPK. Namun, dia bersikukuh tidak terkait dengan kongkalikong proyek e-KTP.
Berdasarkan fakta persidangan, JPU menyatakan Pasal 3 UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1, tepat dikenakan kepada terdakwa. Pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan wewenang.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber:Â Â Merdeka.com
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement