Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus tetap konsisten, meskipun rancangan PKPU mengenai larangan mantan narapidana korupsi mendaftar sebagai calon legislatif (caleg) menuai pro-kontra.
Titi menyebut, rancangan tersebut merupakan bentuk optimisme terhadap kualitas Pemilu 2019 yang lebih baik.
Baca Juga
"Yang perlu dilakukan oleh KPU justru tetap konsisten untuk membuat pengaturan ini, karena publik dan masyarakat mendukung KPU. Maka KPU harus tetap melanjutkan pengaturan ini," kata Titi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2018).
Advertisement
Dia menyebut suatu hal yang lumrah bila ada upaya gugatan hukum mengenai rencana pelarangan untuk narapidana korupsi ini. Tak hanya itu, Titi menyebut pengaturan yang tidak kontroversial saja masih berkesempatan untuk digugat.
"Bagi kami karena gagasan KPU mengatur ini adalah sesuatu yang positif, progresif dan memang jadi aspirasi banyak orang, jadi tidak perlu mundur hanya khawatir digugat secara hukum," ucap Titi.
Karena itu, dia menyayangkan bila beberapa fraksi di parlemen menolak gagasan pelarangan narapidana korupsi dari lembaga pimpinan Arief Budiman tersebut. Padahal, secara positif hal tersebut dapat dijadikan sebagai instrumen pengembalian kepercayaan publik kepada partai politik atau parpol.
"Bisa juga menyelamatkan masyarakat dari pilihan yang bermasalah. Publik bisa saja apatis, parpol ramai-ramai menolak gagasan ini karena bisa saja itu diartikan penolakan pada upaya untuk memperkuat gerakan antikorupsi," jelas Titi.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tetap Akan Melarang
Sebelumnya, KPU menegaskan tetap akan mencantumkan larangan mantan narapidana korupsi mendaftar sebagai calon legislatif atau caleg di Pemilu 2019 dalam PKPU. Langkah itu dilakukan meski DPR dalam rapat dengar pendapat menyatakan ketidaksetujuan.
Komisioner KPU Wahyu mengatakan keputusan tersebut diambil dalam rapat pleno KPU. Di sana, menurut dia, disepakati pencantuman larangan mantan narapidana korupsi menjadi caleg.
"Perlu diketahui bahwa forum tertinggi di KPU itu pengambilan keputusan tetap di pleno. Sehingga suara kelembagaan yang paling tinggi," kata Wahyu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 16 April 2018.
Dia menyebut rapat dengar pendapat (RDP) bersama Kemendagri, Bawaslu dan Komisi II tidaklah mengikat. Apalagi, lanjut dia, KPU memiliki kewenangan untuk membuat PKPU berdasarkan UU Pemilu.
"Jadi kalau pertanyaannya bagaimana jika dalam rapat konsultasi tidak mencapai titik temu? Iya kita kembali kepada tugas masing-masing (lembaga)," papar dia.
Advertisement