Sukses

Tak Terima Vonis Hakim, KPK Banding Putusan Gubernur Sultra Nur Alam

Keputusan banding dilakukan karena Majelis Hakim Pengadilan Tipiko Jakarta tak memutus Nur Alam berdasarkan Pasal 2 UU Tipikor seperti dalam tuntutan.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding atas vonis mantan Gubernur Sultra Nur Alam. Banding diajukan pada Selasa 3 April 2018 ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Keputusan banding dilakukan karena Majelis Hakim Pengadilan Tipiko Jakarta tak memutus Nur Alam berdasarkan Pasal 2 UU Tipikor seperti dalam tuntutan. Majelis hakim justru mengenakannya Pasal 3 UU Tipikor.

"Pembuktian jaksa terkait tuntutan yaitu Pasal 2. Majelis hakim memutus berdasar Pasal 3 UU Tipikor," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi soal Nur Alam, Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 miliar rupiah."

Sedangkan Pasal 3 mengatur, "Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan maksimal 1 miliar."

Selain itu, jaksa menilai putusan majelis hakim tidak mempertimbangkan soal kerugian negara akibat kerusakan lingkungan atas perkara Nur Alam tersebut.

"Jaksa juga memasukkan putusan pidana yang bersangkutan, meski hakim telah memutus 2/3 dari tuntutan jaksa," kata Febri.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Vonis Nur Alam

Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor memvonis Nur Alam 12 tahun penjara denda Rp 1 miliar subsider enam bulan penjara. Nur Alam juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar dengan catatan bila tidak membayar, akan dipidana 1 tahun penjara.

Selain itu, hakim memutus agar hak politik Nur Alam dicabut selama lima tahun setelah menjalani hukuman.

Hakim menilai Nur Alam terbukti menyalahgunakan jabatannya sebagai Gubernur Sultra untuk memberikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB).

Nur Alam dinilai telah terbukti memperkaya korporasi PT AHB senilai Rp 1,5 triliun dari pemberian izin tersebut. Nur Alam juga disebut memperoleh kekayaan sebesar Rp 2,7 miliar.

Nur Alam juga terbukti menerima suap secara berkala dari PT Richcorp Internasional Ltd sebanyak Rp 40,2 miliar.

Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun penjara.

Nur Alam dinilai terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.