Liputan6.com, Jakarta - Jumlah bahasa daerah di Indonesia merupakan kedua terbanyak di dunia setelah Papua Nugini. Berdasarkan hasil penelitian Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, jumlah bahasa daerah di Indonesia ada 652 bahasa.
Meski demikian, ancaman kepunahan bahasa sudah di depan mata. Kepala Bidang Pengembangan Strategi Kebahasaan Pusat Pengembangan Strategi dan Diplomasi Kebahasaan (PPSDK) Joni Endardi menyatakan ada beberapa hal yang menyebabkan bahasa daerah punah.
"Karena adanya perkawinan campur, itu juga bisa menyebabkan bahasa punah. Kemudian ibu dan bapaknya tidak mengajarkan lagi bahasa daerah. Kemudian penutur-penutur, terutama di Indonesia bagian timur dan tengah sudah mulai tua dan anak mudanya enggan menggunakan bahasa daerah," ujar dia ketika ditemui di kantornya, Sentul, Jawa Barat, Rabu (18/5/2018).
Advertisement
Karena itulah, PPSDK mengembangkan Laboratorium Kebinekaan dan Sastra untuk mendokumentasikan seluruh bahasa daerah yang ada di Indonesia, terutama di tengah tergerusnya kecintaan terhadap bahasa daerah dan bahasa Indonesia.
"Ada sebanyak 652 bahasa daerah di Indonesia, yang menurut UNESCO, 15 hari sekali akan punah. Maka laboratorium kebinekaan ini untuk media pembelajaran dan pengajaran dengan menggunakan teknologi terkini," katanya.
Joni menyebutkan Laboratorium Kebinekaan Bahasa dan Sastra ini digagas sejak 2015. Ia mengaku prihatin karena kesadaran pemertahanan bahasa daerah dan nasional di Indonesia sangat kurang.
"Salah satunya kasus Sipadan-Ligitan. Kenapa pulau itu bisa lepas? Karena setelah kita cari informasi ke Mahkamah Internasional, bahwa di sana ternyata masyarakatnya menggunakan bahasa Melayu Malaysia. Karena itulah kita kalah," ucapnya.
Selain itu, bahasa daerah juga merupakan identitas diri. Karena itu, Joni mengimbau agar masyarakat Indonesia terus melestarikan bahasa daerah.
"Identitas diri kita itu kan mosaik dari 652 bahasa daerah yang terdiri atas sekitar 13.000 suku bangsa di Indonesia, dan itu adalah taman sarinya budaya Indonesia," ucapnya menekankan.
Â