Sukses

Paru Obstruktif Kronik Mematikan Perokok

Selain TBC, para perokok perlu mewaspadai serangan paru obstruktif kronik. Penyakit itu tergolong mematikan ketiga setelah jantung dan kanker paru-paru.

Liputan6.com, Jakarta: Merokok bagi sebagian orang memang nikmat. Namun patut perlu diingat, banyak penyakit yang ditimbulkan di balik kesenangan itu. Sebut saja, penyakit paru obstruktif kronik (POK). Ini adalah penyakit mematikan ketiga setelah jantung dan kanker paru. Dalam beberapa hal, penyakit ini lebih mirip dengan tuberkolusis (TBC). Demikian dikatakan Anna Uyainah, ahli penyakit dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat, baru-baru ini.

POK adalah penyakit gangguan fungsi paru dalam mengolah udara yang banyak ditemukan pada penderita bronkhitis atau radang pada bronkhus serta enzima, penyakit pada alveoli paru. Menurut Anna, selain rokok, polusi pabrik dan asap kendaraan bermotor juga menjadi penyebab penyakit itu. "Namun lebih besar diakibatkan rokok," kata Anna.

Anna menjelaskan, seseorang digolongkan menderita bronkhitis, jika batuk dalam jangka waktu tiga bulan terus menerus. Jika berlangsung hingga dua tahun, penderita telah memasuki bronkhitis kronis. Namun karena gejalanya yang hampir sama, masyarakat awam sering menyamakan bronkhitis kronis dengan TBC yang menular. Padahal bronkhitis tidak menular.

Tapi, bronkhitis dapat berkembang menjadi POK yang akan menurunkan fungsi paru. Penderita POK juga mudah terinfeksi penyakit lain, seperti flu atau pneumonia. Jika terkomplikasi dengan penyakit lain, POK bisa mengancam keselamatan jiwa. " Jika masih ringan masih dapat dipulihkan kembali. Namun jika sudah berat, jaringan paru akan rusak," kata Anna.

Menurut Anna, fungsi paru bisa diukur lewat pemeriksaan spirometri yang tak mengganggu aktivitas keseharian penderita. Dengan pemeriksaan itu akan diketahui kemampuan paru dan otot-otot pernafasan dalam menyerap dan mengeluarkan udara. Untuk mengembalikan fungsi paru, syarat utama yang harus dilakukan adalah menghentikan kebiasaan merokok. Anna mengingatkan, pengobatan apapun tak akan efektif jika penderita masih merokok.

Selain itu, Anna menambahkan, penderita juga harus membatasi mengonsumsi karbohidrat dan menjalankan senam pernafasan. "Caranya dengan menghirup udara dari hidung lalu dihembuskan lewat mulut," jelas Anna.(DEN/Mira Permatasari dan Bambang Triono)
    Video Terkini