Liputan6.com, Jakarta - Di tengah banyaknya artis yang menjadi anggota legislatif, nama Rhoma Irama harus ditulis berbeda dan khusus. Dikenal sebagai Raja Dangdut di panggung musik Tanah Air, perjalanan panjangnya menembus panggung politik juga layak dicatat dan menarik diikuti.
Rhoma bukan artis baru. Namanya sudah menjulang tatkala Orde Baru berkuasa. Tak hanya menghiasi panggung-panggung musik, layar lebar yang dibintanginya juga menjadi jaminan penuhnya kursi bisokop. Tak heran kalau Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tertarik merekrutnya.
Inilah kali pertama Rhoma terjun ke dunia politik dan menjadi role model bagi artis yang belakangan ramai-ramai mendaftar menjadi calon anggota legislatif.
Advertisement
Pada dua pemilu, kehadiran Rhoma Irama mampu mendongkrak suara partai berlambang Kakbah itu. Kampanye PPP dijamin dipenuhi massa jika Si Raja Dangdut tampil di atas panggung.
Rhoma sendiri memilih PPP karena ia seorang muslim yang harus memilih pimpinan yang muslim pula. Ia melihat PPP berasaskan Islam, sehingga ia memilihnya sebagai salah satu jihad.
Pada Pemilu 1977, perolehan kursi PPP di Jakarta mengalahkan Golkar. Begitu juga pada Pemilu 1982, perolehan PPP terbilang lumayan, kendati tak mampu mengalahkan Golkar.
Di tahun itu pula, Rhoma mulai mendapat tekanan dari Orde Baru gara-gara tak mau bergabung dengan Golkar. Sejumlah konsernya dicekal. Dia juga dilarang tampil di TVRI. Pencekalan ini terjadi hingga 11 tahun. Selama itu pula, pria kelahiran Tasikmalaya, 11 Desember 1946 ini terus melawan.
Kadung kecewa, tahun 1987 Rhoma pamit pada PPP dan menyatakan mundur dari kancah politik praktis. Di tahun ini pula, Rhoma sempat ditawari masuk Golkar yang dipimpin Sudharmono. Namun, dia tegas menolak.
Pada 1988, Rhoma kembali muncul di TVRI setelah mulai melunak terhadap pemerintah Orde Baru. Lagu-lagu Rhoma terus bermunculan, termasuk yang paling terkenal berjudul "Judi".
Rhoma Irama kemudian terpilih jadi anggota MPR mewakili utusan golongan seniman dan artis pada 1992. Dia menduduki jabatan itu hingga tahun 1997.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bergabung dengan Golkar
Pada pertengahan September 1996, saat daftar calon anggota legislatif (caleg) sementara diumumkan di Lembaga Pemilihan Umum, nama Rhoma Irama tercatat sebagai perwakilan dari Golkar. Rhoma masuk dalam daftar caleg, yakni nomor empat. Rhoma diharapkan bisa menambah jumlah kursi Golkar di wilayah Jakarta.
Tak jelas siapa sebenarnya yang berhasil melunakkan sikap Bang Haji hingga mau masuk Golkar. Namun, spekulasi ada yang menyebutkan peran Siti Hardijanti Rukmana atau Mbak Tutut yang berhasil membujuk Rhoma. Namun Tutut belakangan membantah.
Rhoma menjelaskan alasannya masuk Golkar. Selama vakum dari kegiatan politik, ia memperhatikan seluruh sepak terjang tiga partai di Indonesia yang paling valid dalam menyuarakan aspirasi Islam. Hasilnya, ia melihat Golkar sebagai partai yang paling berperan.
Keputusan Si Raja Dangdut ini membuat PPP kecewa. Sejumlah pendukungnya di PPP sempat memaki bahkan membakar posternya.
Tahun 2008, Rhoma kembali ke PPP. Kala itu, dia kembali bersama ustaz terkenal, Zainuddin MZ dan dua tokoh lainnya, Noer Muhammad Iskandar SQ dan Fadil Hasan.
Namun, itu juga tak memuaskan Rhoma hingga kemudian dia mendirikan Partai Idaman. Sayang, pada Selasa 10 April lalu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan Partai Idaman terhadap KPU yang telah menolak partai itu sebagai peserta Pemilu 2019.
Artinya Rhoma dan partainya tak bisa ikut dalam kontestasi Pileg dan Piplres 2019. Akankah Si Raja Dangdut kapok bertarung di ranah politik? (dari berbagai sumber)
Â
Selengkapnya tentang fenomena artis nyaleg silakan baca di sini:
Â
Advertisement