Liputan6.com, Jakarta - Seorang warga negara bernama Muhammad Hafidz, Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi (Perak), serta Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS) mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i.
Penggugat meminta MK menafsirkan pasal tersebut, yang mengatur syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
Baca Juga
"Jadi ingin menafsirkan dua pasal itu, karena menimbulkan ketidakpastian. Kita merujuknya ke Undang-undang Dasar (1945)," ucap kuasa hukumnya Dorel Almir kepada Liputan6.com, Jumat (27/4/2018).
Advertisement
Dorel tak menampik, bahwa ketiganya adalah pendukung Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK. Menurutnya, kinerja JK di 2014 hingga saat ini sangat bagus.
"Mereka kan pendukung Pak JK. Dan ketiga masyarakat ini kan konsen dengan ketenagakerjaan. Pasangan Pak JK dipasangan dengan Pak Jokowi di 2014, menurut mereka, kinerjanya bagus, terutama urusan lapangan pekerjaan," jelas Dorel.
Dia menegaskan, ini dilakukan agar JK tidak terganjal dengan UU Pemilu tersebut. Dan bisa maju di Pilpres 2019.
"(Minta ditafsirkan) Sehingga Pak JK tidak terganjal dengan UU itu. Mereka tak secara langsung mengatakan bisa Jokowi-JK maju lagi. Tapi intinya agar Pak JK bisa nyalon lagi," pungkasnya.
UU Pemilu
Diketahui, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Pasal 169 huruf n: "Persyaratan menjadi calon Presiden dan Wakil Presiden adalah: (n) belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama".
Sedangkan, pasal 227 huruf f: "Pendaftaran bakal Pasangan Calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 226 dilengkapi persyaratan sebagai berikut: (i) surat pernyataan belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama".
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement