Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendata, ada sekitar 8,1 juta tenaga kerja atau pekerja bidang konstruksi di Indonesia. Tapi yang memiliki sertifikasi hanya sekitar 700 ribu orang.
"Jumlah tenaga kerja di Indonesia kurang lebih 8,1 juta tenaga kerja konstruksi. Tapi yang memiliki sertifikat kurang lebih hanya 700 ribu. Dan kalau kita lihat yang 8,1 juta itu kurang lebih 70 persen di bawah (pendidikan) SMA dan di atas itu 30-an persen di atas SMA," kata Dirjen Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin saat menghadiri Festival Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Gedung Kerta Niaga, kawasan Kota Tua, Taman Sari, Jakarta Barat, Sabtu (28/4/2018).
Tak hanya rendahnya pekerja konstruksi bersertifikasi, keterampilan yang dimiliki juga masih rendah. Bahkan migran atau TKI yang dikirim ke luar negeri yang berjumlah kurang lebih 9 juta juga memiliki kemampuan rendah. Termasuk asisten rumah tangga (ART) yang jumlahnya 32 persen.
Advertisement
"Memang ada tenaga khusus (profesional) kira-kira 18 persenan, jadi kurang lebih 1,6 juta," tambahnya.
Syarif menyampaikan, dengan pembangunan infrastruktur yang digalakkan pemerintah, banyak TKI di Malaysia yang kembali ke Indonesia. Hal ini disampaikan otoritas dari Malaysia yang ditemuinya.
"Sejak Indonesia melakukan booming infrastruktur maka TKI yang ada di Malaysia itu kembali ke Indonesia dan mereka kekurangan tenaga terampil. Artinya tenaga-tenaga yang bekerja di luar, tenaga yang terampil sehingga harusnya penilaian terhadap tenaga kerja kita di luar negeri itu tenaga terampil," jelas dia.
Jangan sampai, kata dia, pekerja yang tidak terampil dipilih keluar karena akan memberikan dampak " Tapi kalau yang keluar itu yang terbaik maka itulah gambaran inilah bangsa kita," sambung Syarif.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dijamin Undang-Undang
Terkait keamanan dan keselamatan kerja, Syarif mengatakan telah dijamin dalam UU Nomor 2 Tahun 2011. Jaminan keamanan dan keselamatan kerja tak hanya bagi para pekerja tapi juga non pekerja dan lingkungannya.
"Selama ini kita lebih fokus pada pekerjanya saja. Tapi dampak yang paling besar itu sesungguhnya adalah justru terhadap nonpekerja itu sendiri. Dan tanpa kita sadari kita tidak memberikan protect. Jadi di samping kita memikirkan pekerja itu sendiri juga harus memperhatikan non pekerja," jelas dia.
Advertisement