Liputan6.com, Jakarta: Penunjukan Mayor Jenderal TNI Djoko Santoso sebagai Panglima Daerah Militer XVI Pattimura sekaligus Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan (Pangkoopslihkam) di Maluku menimbulkan polemik tersendiri. Pasalnya, sebagian kalangan pesimistis seorang Pangdam yang masih berbintang dua mampu mengatasi aksi massa berdarah yang masih terjadi di Maluku belakangan ini. "Tak masalah bintang dua jadi Pangdam, karena semua tingkatan dalam TNI harus mampu memimpin," kata Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil ketika berdialog dengan reporter Indiarto Priadi di Studio Liputan 6 SCTV Jakarta, Rabu (29/5) petang. Dia juga optimistis pasukan gabungan yang dikerahkan tersebut akan mampu mengamankan situasi di Ambon.
Menhan membantah, pengerahan Pangkoopslihkam untuk mempertegas pemberlakukan Darurat Militer. Dia berpendapat, situasi keamanan di Maluku sulit diantisipasi sendiri oleh polisi [baca: Mayjen TNI Djoko Santoso Pangkoopslihkam Maluku]. Alasannya, ancaman keamanan tak selalu datang dari luar, tapi bisa juga dari gerakan separatis. Karena itulah, TNI pasti akan dimintai bantuan. "Ya, TNI kan bisa bergerak di garis depan," kata Ketua Partai Kebangkitan Bangsa versi Batu Tulis itu. Jumlah pasukan yang dikirim, lanjut Matori, tergantung tingkat insiden. TNI/Polri juga bisa bekerja sama di bawah satu komando dengan Pemerintah Darurat Sipil Daerah Maluku. Jadi, gubernur juga harus sanggup memberi perintah kepada aparat keamanan setempat.
Sampai saat ini, pemerintah belum menentukan batas waktu penarikan pasukan tambahan. Alasannya, situasi di Maluku sulit dideteksi. "Setelah masalah tuntas, baru bakal ada perintah selanjutnya," tegas Matori. Bekas wakil ketua MPR itu menambahkan, pengiriman pasukan tersebut adalah wujud aspirasi DPRD yang mewakili rakyat Maluku. "Jangan dilihat siapa yang menyelesaikan, tapi lihatlah seribu korban akibat insiden di sana," tegas Matori. Karena itu, pemerintah pusat dan daerah bersama-sama mencari solusi efektif. Sebab, Matori berpendapat yang merusak ketenteraman di Maluku adalah "orang luar".(KEN)
Menhan membantah, pengerahan Pangkoopslihkam untuk mempertegas pemberlakukan Darurat Militer. Dia berpendapat, situasi keamanan di Maluku sulit diantisipasi sendiri oleh polisi [baca: Mayjen TNI Djoko Santoso Pangkoopslihkam Maluku]. Alasannya, ancaman keamanan tak selalu datang dari luar, tapi bisa juga dari gerakan separatis. Karena itulah, TNI pasti akan dimintai bantuan. "Ya, TNI kan bisa bergerak di garis depan," kata Ketua Partai Kebangkitan Bangsa versi Batu Tulis itu. Jumlah pasukan yang dikirim, lanjut Matori, tergantung tingkat insiden. TNI/Polri juga bisa bekerja sama di bawah satu komando dengan Pemerintah Darurat Sipil Daerah Maluku. Jadi, gubernur juga harus sanggup memberi perintah kepada aparat keamanan setempat.
Sampai saat ini, pemerintah belum menentukan batas waktu penarikan pasukan tambahan. Alasannya, situasi di Maluku sulit dideteksi. "Setelah masalah tuntas, baru bakal ada perintah selanjutnya," tegas Matori. Bekas wakil ketua MPR itu menambahkan, pengiriman pasukan tersebut adalah wujud aspirasi DPRD yang mewakili rakyat Maluku. "Jangan dilihat siapa yang menyelesaikan, tapi lihatlah seribu korban akibat insiden di sana," tegas Matori. Karena itu, pemerintah pusat dan daerah bersama-sama mencari solusi efektif. Sebab, Matori berpendapat yang merusak ketenteraman di Maluku adalah "orang luar".(KEN)