Liputan6.com, Jakarta: Menikmati Lebaran rasanya kurang afdol kalau tidak bersama keluarga di kampung halaman. Tapi tak semua orang bisa merasakan kebahagiaan seperti itu, lantaran kondisi ekonomi yang kurang mampu, seperti apa yang dialami oleh para pemulung.
Hasudin (27) Warga Losari Cirebon telah 5 Tahun tingal di Jakarta. Tapi nasibnya mungkin tak seberuntung warga Jakarta yang lain. Hidupnya yang hanya sebagai pemulung, tentu tak cukup untuk membeli tiket kereta atau bus untuk mudik lebaran bersama dengan warga perantau yang lain.
Alhasil, di saat warga sudah menikmati perjalanan pulang kampung, Hasudin masih harus bekerja keras mencari tambahan penghasilan, memungut koran bekas yang digunakan warga untuk melaksanakan shalat Iedul Fitri.
Seperti Selasa pagi ini (30/8), di halaman Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran baru, Jakarta Selatan, lembar demi lembar koran bekas ia kumpulkan dari sisa-sisa warga yang melaksanakan shalat Iedul Fitri. Dengan kesabaran dan ketelatenan, ia berharap bisa mengumpulkan sedikit rejeki untuk ongkos pulang kampung.
"Insya Allah habis lebaran mudik, karena lagi cari buat ongkos pulang," ucap Udin.
Shalat Ied membawa bagi Hasudin. Biasanya, dari menjual koran bekas, ia bisa mengumpulkan uang kira-kira hingga Rp300 ribu. "Kalo koran saya bisa kumpulkan 10 karung, satu karung beratnya bisa 30 kg, harga per kilo dijual Rp1.700. Jadi khusus hari lebaran pas sholat ied, saya bisa dapat Rp200 sampai Rp300 ribu per hari," Ucapnya,
Di hari-hari biasa, Hasudin memang sudah terbiasa mengumpulkan korban bekas dari warga yang melaksanakan shalat Jumat. Tapi di saat Iedul fitri seperti ini, jumlah kocek yang didapatnya tentu jauh lebih banyak.
"Apalagi, Kalo besok lebaran umum mungkin cari koran di Mesjid Istiglal, ini kan lebaran Muhammadiyah. Biasa lebaran NU lebih rame, apalagi takbiran di jalanan," ungkap Pria berputra satu ini.
Tak gampang memang mengais rejeki di Ibukota. Samad (45) pemulung lain warga Indramayu yang mengadu nasib di Jakarta ini tak lebih baik pengharapannya. Ia harus menunda keinginannya untuk merayakan Iedul Fitri bersama keluarga di kampung halaman. "Bagaimana mudik, bosnya tutup. Meski dapat barangnya tak langsung dapat duit. Ini dikumpulin dulu barangnya. Setelah seminggu baru buka, baru saya dan keluarga mudik," katanya.
Hasudin dan Samad hanyalah dua dari ratusan, bahkan mungkin ribuan warga miskin di Jakarta yang tak bisa ikut menikmati eforia mudik ke kampung halaman. Perjuangan harus mereka lalui sebelum menikmati indahnya Iedul Fitri. (edo/mla)
Hasudin (27) Warga Losari Cirebon telah 5 Tahun tingal di Jakarta. Tapi nasibnya mungkin tak seberuntung warga Jakarta yang lain. Hidupnya yang hanya sebagai pemulung, tentu tak cukup untuk membeli tiket kereta atau bus untuk mudik lebaran bersama dengan warga perantau yang lain.
Alhasil, di saat warga sudah menikmati perjalanan pulang kampung, Hasudin masih harus bekerja keras mencari tambahan penghasilan, memungut koran bekas yang digunakan warga untuk melaksanakan shalat Iedul Fitri.
Seperti Selasa pagi ini (30/8), di halaman Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran baru, Jakarta Selatan, lembar demi lembar koran bekas ia kumpulkan dari sisa-sisa warga yang melaksanakan shalat Iedul Fitri. Dengan kesabaran dan ketelatenan, ia berharap bisa mengumpulkan sedikit rejeki untuk ongkos pulang kampung.
"Insya Allah habis lebaran mudik, karena lagi cari buat ongkos pulang," ucap Udin.
Shalat Ied membawa bagi Hasudin. Biasanya, dari menjual koran bekas, ia bisa mengumpulkan uang kira-kira hingga Rp300 ribu. "Kalo koran saya bisa kumpulkan 10 karung, satu karung beratnya bisa 30 kg, harga per kilo dijual Rp1.700. Jadi khusus hari lebaran pas sholat ied, saya bisa dapat Rp200 sampai Rp300 ribu per hari," Ucapnya,
Di hari-hari biasa, Hasudin memang sudah terbiasa mengumpulkan korban bekas dari warga yang melaksanakan shalat Jumat. Tapi di saat Iedul fitri seperti ini, jumlah kocek yang didapatnya tentu jauh lebih banyak.
"Apalagi, Kalo besok lebaran umum mungkin cari koran di Mesjid Istiglal, ini kan lebaran Muhammadiyah. Biasa lebaran NU lebih rame, apalagi takbiran di jalanan," ungkap Pria berputra satu ini.
Tak gampang memang mengais rejeki di Ibukota. Samad (45) pemulung lain warga Indramayu yang mengadu nasib di Jakarta ini tak lebih baik pengharapannya. Ia harus menunda keinginannya untuk merayakan Iedul Fitri bersama keluarga di kampung halaman. "Bagaimana mudik, bosnya tutup. Meski dapat barangnya tak langsung dapat duit. Ini dikumpulin dulu barangnya. Setelah seminggu baru buka, baru saya dan keluarga mudik," katanya.
Hasudin dan Samad hanyalah dua dari ratusan, bahkan mungkin ribuan warga miskin di Jakarta yang tak bisa ikut menikmati eforia mudik ke kampung halaman. Perjuangan harus mereka lalui sebelum menikmati indahnya Iedul Fitri. (edo/mla)