Sukses

PPP Sebut Kemenangan Oposisi Malaysia Tak Bisa Jadi Gambaran di Indonesia

PPP mempertanyakan sosok 'Mahathir'-nya Indonesia yang mampu menumbangkan calon presiden petahana Joko Widodo di Pemilu Serentak 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi menilai kemenangan Mahathir Mohamad yang berasal dari kubu oposisi di Pemilu Malaysia tidak bisa dijadikan rujukan di Indonesia. Menurutnya, aspek sosiokultural politik Malaysia dan Indonesia berbeda.

"Terlalu jauh mengatakan pihak oposisi Malaysia jadi cerminan oposisi di Indonesia," kata Awiek sapaan Baidowi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (11/5).

Kalahnya Najib Razak dan Barisan Nasional sebagai petahana dikarenakan adanya dua kekuataan besar oposisi yang berkoalisi, yakni Mahathir Mohamad dan Anwar Ibrahim. Mereka bisa menang karena pemerintahan Najib Razak dikaitkan dengan skandal korupsi.

"Saat ini Najib terkena kasus korupsi kemudian apakah di Jakata seperti itu, kan tidak. Kedua, menangnya pihak koalisisi oposisi itu karena adanya dua kekuatan besar yg bersatu padahal selama ini berseteru yakni Mahatir Mohammad dan Anwar Ibrahim," tega Wasekjen PPP ini.

Sementara, Awiek mempertanyakan sosok 'Mahathir'-nya Indonesia yang mampu menumbangkan calon presiden petahana Joko Widodo di Pemilu Serentak 2019.

Awiek mengklaim tak ada sosok seperti Mahathir di Indonesia, bahkan mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Amien Rais sekalipun.

"Nah di Indonesia siapa Mahathir Mohamad-nya? Amien rais? Darimana mengukurnya. Beliau tokoh senior, tapi kalau ada yang memadankan Mahathir dengan Amien Rais darimana ngukurnya?," klaimnya.

"Mahatir (dulu) PM, lama, di Indonesia itu ya presiden, emang pernah Amien Rais jadi presiden. Wong dia jadi ketua MPR banyak amandemen UUD 1945, siapa? Ya zamannya Pak Aamien Rais yang jadi keran liberalisasi yang kita rasakan baik ekonomi maupun politik," sambung Awiek.

Bagi Awiek, tak ada ancaman serius bagi Jokowi dari pihak oposisi pada Pemilu 2019, seperti yang terjadi di Malaysia. "Jadi saya tak melihat itu ancaman serius bagi Pak Jokowi karena situasi sosiopolitik berbeda," tandasnya.

 

Reporter : Renald Ghiffari

Â