Sukses

Diduga Ada Miskomunikasi dengan KAI, Pengamat Harap Cagar Budaya Stasiun Kedundang Tetap Dilestarikan

PT Kereta Api Indonesia (KAI) diduga telah membongkar bangunan Cagar Budaya Stasiun Kedundang, Kulon Progo, Yogyakarta tanpa izin pihak Kadipaten Pakualaman.

Liputan6.com, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (KAI) diduga telah membongkar bangunan Cagar Budaya Stasiun Kedundang, Kulon Progo, Yogyakarta tanpa izin pihak Kadipaten Pakualaman.

Diketahui, kawasan Cagar Budaya Stasiun Kedundang yang masuk dalam wilayah Pakualaman Ground (PAG) itu dibongkar oleh KAI, lalu dibangun stasiun baru di sebrang bangunan lama.

Menanggapi hal itu, Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala menilai, Stasiun Kedundang sebagai bangunan Cagar Budaya seharusnya bisa dijaga kelestariannya untuk kepentingan anak bangsa.

"Bangunan Cagar Budaya itu jelas peninggalan sejarah yang penting untuk anak bangsa, jadi penting dijaga kelestariannya," ujar Kamilov dalam keterangan tertulis, Minggu (12/5/2024).

Ia menduga, dalam proses pembongkaran Cagar Budaya tersebut, kemungkinan ada miskomunikasi antara KAI, pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov), dan Kadipaten Pakualaman.

"Termasuk juga pihak pengawasan di lapangan dari Dinas Tata Kota Kabupaten Kulon Progo yang wajib tahu atas adanya perkembangan bangunan dan apapun di atas wilayah kotanya," kata Kamilov.

Selain itu, menurutnya, hal tersebut diduga terjadi karena tidak sinkronnya komunikasi antara pihak Tata Kota Kabupaten dengan KAI, yang menyebabkan rusak dan hancurnya sebuah bangunan Cagar Budaya tersebut.

"Bisa masuk kategori melanggar hukum karena benda dan bangunan yang masuk Cagar Budaya dilindungi itu dikategorikan sebagai benda berharga tinggi secara sejarah dan nilai-nilai estetika bangunannya," papar Kamilov.

 

2 dari 3 halaman

Aturan terkait Cagar Budaya

Cagar Budaya berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (“UU 11/2010”) sebagai berikut:

Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

Sehingga, setiap orang dilarang merusak dan mencuri Cagar Budaya. Larangan tersebut diatur di Pasal 66 UU 11/2010 sebagai berikut:

- Setiap orang dilarang merusak Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.

- Setiap orang dilarang mencuri Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok, dan/atau dari letak asal.

Adapun sanksinya bagi perusak Cagar Budaya adalah pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 5 miliar.

 

3 dari 3 halaman

Ada Hukum Pidana

Sedangkan untuk pencuri Cagar Budaya sanksinya ialah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 10 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 250 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar.

Selain itu, terdapat juga jerat pidana bagi penadah hasil pencurian Cagar Budaya, sanksinya berupa pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 10 miliar.

Oleh karena itu, menurut Kamilov, sangat penting bagi Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk melakukan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya sebagai bagian dari tugas yang diembannya.

"Pihak Kadipaten Pakualaman tentunya dapat meminta pertanggungjawaban baik dari PT KAI dan Pemkab Kulon Progo terkait perusakan cagar budaya berupa stasiun Kedundang yang terdata sebagai bagian dari Pakualaman Ground (PAG)," tandas Kamilov.