Liputan6.com, Jakarta Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Pidana Terorisme sudah hampir rampung dibahas Panitia Khusus (Pansus) DPR Antiterorisme dan pemerintah. Salah satu yang sudah rampung dibahas adalah masa tahanan bagi para tersangka terorisme.
Dalam revisi ini, terduga teroris bisa ditahan selama tujuh hari sejak ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dugaan terorisme. Setelah tujuh hari, aparat bisa mengajukan penambahan masa tahanan menjadi 14 hari.
"Itu saya kira semua sudah tahu, tadi sudah disebut oleh Pak Nasir (Djamil), berupa misalnya perpanjangan waktu penangkapan dari yang sekarang tujuh hari menjadi 14 hari dan bisa ditambah tujuh hari lagi," kata anggota Pansus dari Fraksi PPP, Arsul Sani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/5/2018).
Advertisement
"Jadi totalnya terduga teroris untuk sampai ditetapkan sebagai tersangka teroris, itu bisa ditangkap 14 hari, bahkan bisa kemudian 21 hari," ucapnya.
Arsul menjelaskan, di revisi undang-undang, masa tahanan tersangka terduga teroris sampai tingkat Mahkamah Agung (MA) mencapai 770 hari. Masa tahanan itu, kata dia, lebih lama dibandingkan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Tetapi kalau di UU Terorisme itu karena jangka waktu penangkapannya panjang dan juga memang ada jangka waktu kewenangan penyidik diperpanjang itu totalnya 770 hari," ucapnya.
Dia menambahkan, setelah mendapat putusan yang bersifat inkrah, masa tahanan terpidana teroris tersebut dipotong selama 770 hari masa proses pemeriksaan dan peradilan.
"Jadi seorang yang diproses hukum atas dasar UU terorisme ini dan dari mulai dia ditangkap sampai dia mendapatkan putusan yang berkekuatan tetap, kemudian sampai ke Mahkamah Agung, dia akan ditahan paling tidak 770 hari itu. Tentu ini akan mengurangi masa hukumannya kalau dia nanti divonis berapa tahun," ucapnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Akomodir Isu HAM
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pembahasan terkait hak asasi manusia atau HAM dalam revisi Undang-Undang Terorisme tidak akan dibuang. Semuanya telah diakomodasi.
"Aspek HAM tidak dibuang. Revisi UU Terorisme, masalah HAM sudah terakomodasi semua," ucap Tjahjo di Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Dia menuturkan, kini semuanya tengah konsentrasi akan stabilitas dan aspek keamanan. Ini semuanya melihat dan mencermati teror bom, baik di Indonesia maupun di negara lainnya seperti Eropa.
"Jadi aspek keamanan dan stabilitas sekarang yang diutamakan," tegas Tjahjo.
Reporter: Sania Mashabi
Advertisement