Sukses

Bom Surabaya Libatkan Anak, Mendikbud: Kita Perkuat Pendidikan Karakter

Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, sesuai dengan program pendidikan karakter, maka keberadaan guru di sekolah itu mutlak.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyebut saat ini program penguatan karakter di sekolah sudah diterapkan. Hal ini salah satunya bertujuan mencegah masuknya paham radikalisme di siswa-siswa sekolah.

"Sudah diperkuat juga dengan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter. (Jadi) secara konsep sudah ada dan sudah dilaksanakan beberapa sekolah, yaitu memperkuat hubungan antara tiga pusat pendidikan yaitu antara sekolah, keluarga, dan masyarakat," ujar Muhadjir saat berbincang dengan Liputan6.com di SCTV Tower, Jakarta Pusat, Rabu (16/5/2018).

Isu pendidikan dan radikalisme menguat beberapa hari terakhir. Hal itu tak lepas dari peristiwa teror di Surabaya, Jawa timur, yang melibatkan anak-anak. 

Langkah lain untuk mengantisipasinya, lanjut Muhadjir, adalah dengan memperkuat posisi komite sekolah. Menurutnya, komite sekolah dijadikan tempat persilangan pertemuan antara tiga pihak, baik masyarakat, sekolah, dan keluarga.

"Sehingga sekolah itu menjadi tanggung jawab komite sekolah dan sekolah itu sendiri," kata dia.

Selain itu, lanjut Muhadjir, sesuai dengan program pendidikan karakter, keberadaan guru mutlak harus berada di sekolah. Guru tidak diizinkan meninggalkan sekolah apapun alasannya.

"Termasuk mencari tambahan mengajar di luar untuk memenuhi beban kerja dia 24 jam tatap muka. Karena itu peraturan menteri terbaru yang saya terbitkan, guru tidak harus mencari tambahan mengajar, tetapi cukup 8 jam selama 5 hari, entah dia mengajar atau tidak itu bisa diekuivalenkan sebagai beban kerja yang bersangkutan," paparnya.

Sehingga, Muhadjir menegaskan, tugas utama guru itu adalah mendidik dan memantau keberadaan siswa.

"Dengan 8 jam dia (guru) berada di sekolah, maka ketika siswa sudah pulang, tapi siswa belum sampai di tangan orangtuanya, maka itu masih tetap menjadi tanggung jawab sekolah," terang dia.

Kemudian juga, sambung Muhadjir, guru harus memantau proses belajar mengajar siswa, baik ketika berada di dalam sekolah, di luar sekolah, maupun di dalam keluarga.

"Dengan begitu kalau ini dilaksanakan sungguh-sungguh program PPK (Penguatan Pendidikan Karakter) ini di sekolah, maka saya yakin kejadian-kejadian seperti di Surabaya bisa dideteksi oleh sekolah dan segera dicarikan solusi, dicarikan jalan keluarnya," kata Muhadjir.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Tak Perlu Mata Pelajaran Khusus

Meski begitu, Muhadjir menegaskan tidak perlu ditambahkan mata pelajaran khusus untuk materi menangkal paham radikalisme. Menurutnya hal ini justru akan menambah beban siswa.

"Tetapi kalau itu bagian dari muatan kurikulum, iya, itu sudah kita lakukan dan akan kita tingkatkan," ucapnya.

Muhadjir menjelaskan, di dalam program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), ada lima nilai utama yang menjadi fokus.

"Pertama itu karakter religiositas, di dalam program religiositas ini antaranya toleransi dalam beragama, toleransi di dalam berbhineka, dan seterusnya," terang dia.

Kemudian yang kedua, lanjutnya, nasionalisme yang di dalamnya juga bisa diajarkan toleransi bahwa Indonesia negara yang berbhineka tunggal ika.

"Kemudian juga ada disitu nilai integritas, kejujuran, menghargai perbedaan. Yang keempat itu kemandirian, kita juga sudah mengajari anak-anak berani mengambil keputusan sendiri, berani bertanggung jawab apa yang dia lakukan. Kemudian yang terakhir semangat gotong royong," tegas Muhadjir.