Sukses

PBNU Siap Tampung Anak yang Selamat dari Bom Mapolrestabes Surabaya

Polisi masih menimbang soal nasib pengasuhan AIS, anak terduga teroris yang meledakkan bom Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin 14 Mei 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Polisi masih menimbang soal nasib pengasuhan AIS, anak terduga teroris yang meledakkan bom Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin 14 Mei 2018. Bocah delapan tahun itu masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Bhayangkara, Surabaya.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan siap menampung anak pelaku peledakan bom di Mapolrestabes Surabaya tersebut jika tidak ada yang mau merawatnya.

"PBNU siap menampungnya. Banyak pesantren kok yang mau," ujar Sekretaris Jenderal PBNU, Helmy Faishal Zaini, kepada Liputan6.com, Jakarta, Kamis (17/5/2018).

Terkait dugaan AIS sudah tercuci otaknya dengan paham radikal, Faishal yakin, bisa diluruskan kembali. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.

Dia mencontohkan Umar bin Khattab. Sebelum menjadi sahabat nabi, Umar merupakan jagoan yang memusuhi Muhammad.

"Manusia itu bisa berubah. Yang jahat menjadi baik. Orang yang baik saja tidak selamanya baik kan?" lanjut Faishal.

Oleh karena itu, PBNU siap merawat anak teroris yang meledakkan bom di Mapolrestabes Surabaya.

2 dari 2 halaman

Belum Ada yang Jemput

AIS dibonceng sang ibu ketika orangtua dan saudaranya meledakkan bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin 14 Mei 2018. Usai ledakan, dia meminta tolong kepada petugas dengan wajah berlumuran darah.

Dia masih menjalani perawatan di rumah sakit. Belum ada keluarga yang datang menjemput ataupun menjenguknya.

"Belum ada keluarga yang mengakui bahwa ini keluarganya. Ini anak di Polrestabes," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (15/5/2018).

Setyo belum bisa memastikan, siapa yang bakal mengasuh anak terduga pengebom Mapolrestabes Surabaya tersebut. "Sementara kapolda masih menilai siapa yang layak merawat dan mengasuh," ucap dia.

Jenderal bintang dua itu meminta masyarakat tak mengecap anak di bawah umur tersebut sebagai pelaku terorisme. Meski AIS merupakan anak terduga pengebom, dia merupakan korban dalam kasus ini.

"Jangan disebut pelaku. Sesuai UU dia adalah korban. Bukan diperiksa namanya, tapi tetap dimintai keterangan, atau diwawancara," kata Setyo.

Dalam hal ini, Polri juga menggandeng sejumlah pemerhati anak. Dengan begitu, AIS dapat memberikan keterangan dengan baik.