Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyerahkan secara simbolis uang pengganti koruptor dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono sebesar Rp 87 miliar kepada Bank Mandiri. Seluruh uang tersebut dibayarkan secara tunai tanpa adanya penjualan aset secara lelang dari Kejaksaan Agung.
"Dengan pelunasan ini artinya sudah tidak ada sangkut paut lagi dengan aset yang bersangkutan. Sudah selesai," tutur Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Tony Spontana di Plaza Mandiri, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (17/5/2018).
Baca Juga
Menurut Tony, dalam proses awal, Samadikun melakukan pembayaran secara transfer ke pihak Bank Mandiri. Kemudian uang tersebut ditunaikan untuk dipastikan segera diserahkan kepada negara.
Advertisement
"Secara resmi sudah saya serahkan pembayaran ini melalui Bank Mandiri untuk selanjutnya disetorkan kepada kas negara," jelas dia.
Tony meminta kepada terpidana lain yang memiliki kasus serupa dengan Samadikun untuk mengikuti langkah tersebut. Kejaksaan tidak segan untuk mengambil langkah tegas seperti pelelangan aset terpidana jika menyepelekan hal tersebut.
"Pesan yang jelas terpidana yang lain, yang masih punya kewajiban terhadap negara, hendaknya segera melaksankan kewajibanya kepada negara," Tony menandaskan.
Total dana talangan BLBI yang dikorupsi Samadikun sendiri sebesar Rp 169 miliar. Sebelumnya dia mengembalikan Rp 81 miliar dan membayar uang pengganti Rp 1 miliar pada 20 Maret 2018 ke Kejari Jakpus.
Samadikun merupakan buronan kasus BLBI sejak tahun 2003. Dia baru berhasil dipulangkan dari Shanghai ke Indonesia 13 tahun kemudian atau pada Jumat 22 April lalu berkat kerjasama dengan pihak kepolisian Tiongkok.
Negara Rugi Rp 169 Miliar
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung tanggal 28 Mei 2003, Samadikun divonis bersalah telah menyelewengkan dana BLBI untuk penyehatan PT Bank Modern Tbk. Saat itu Samadikun menjadi komisaris utama bank tersebut.
PT Bank Modern Tbk menerima BLBI dalam bentuk Surat Berharga Pasar Uang Khusus (SBPUK), fasilitas diskonto, dan dana talangan valas sebesar Rp 2,5 triliun. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk menyelamatkan Bank Modern yang terimbas krisis moneter di akhir era pemerintahan Soeharto.
Namun, oleh Samadikun uang itu digunakan untuk tujuan yang menyimpang. Dana yang dia gunakan secara keseluruhan mencapai Rp 80.742.270.528,81. Negara pun merugi hingga Rp 169.472.986.461,52 atau Rp 169 miliar.
Â
Advertisement