Liputan6.com, Jakarta - Eks narapidana teroris, Yudi Zulfachri mengungkap kendala dari program deradikalisasi yang dimiliki Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Yudi menilai maraknya terorisme di Indonesia karena program deradikalisasi tidak menyentuh ideologi objeknya.
Menurut dia, para teroris biasanya akan menanamkan paham-paham radikal kepada target sehingga bersedia melakukan aksi teror.
"Ini yang saya alami sendiri, bagaimana saya lulusan STPDN, telah ditanamkan ideologi nasionalisme, kebangsaan 4 tahun. Tapi akhirnya keluar dari PNS dan masuk kelompok teroris. Kenapa? Karena ada ideologi lain yang masuk," kata Yudi di Resto Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (19/5/2018).
Advertisement
Yudi menuturkan, program deradikalisasi yang dilakukan pemerintah hanya sampai mengubah perilaku radikal tetapi tidak menghilangkan ideologi radikal yang sudah tertanam pada seorang teroris.
"Saya salah satu objek deradikalisasi. Teori deradikalisasi ini adalah untuk memodernisasi paham radikal, tapi praktiknya itu lebih banyak dengan bantuan wirausaha dan lain-lain. Ideologi tidak pernah disentuh," ujar Yudi.
Lebih lanjut, Yudi menyebut pemerintah harus melibatkan ormas-ormas Islam untuk membantu menjalankan program deradikalisasi kepada para teroris. Sebab, seorang teroris biasanya mendengarkan pemuka agama.
"Tidak bisa BNPT datang, memodernisasi, pasti ditolak. Saya waktu itu yang memodernisasi pemahaman saya ustaz Al Imron. Keterlibatan ormas Islam itu sangat diperlukan," tandas Yudi.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Klarifikasi Kepala BNPT
Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius menepis anggapan program deradikalisasi gagal. Suhardi menjelaskan, kelompok Jamaah Anshorut Daulah (JAD) dan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) yang diduga menjadi pihak yang bertanggung jawab atas seluruh teror pada akhir-akhir ini, memang belum tersentuh program deradikalisasi BNPT.
Program deradikalidasi BNPT tengah menjadi sorotan pascarentetan bom bunuh diri dan aksi teror di sejumlah lokasi di Indonesia, mulai dari Mako Brimob, tiga gereja di Surabaya, Sidoarjo, sampai Mapolda Riau.
Program deradikalisasi, kata Suhardi, ditujukan kepada napi terorisme atau orang yang pernah pergi ke negara konflik untuk menjadi teroris.
"Jadi jangan dipikir JAD-JAT itu, oh ini deradikalisasi gagal. Dari mana gagalnya, mereka (JAD-JAT) bukan narapidana teroris. Jadi jangan sampai salah penafsiran ya. Itu yang perlu saya klarifikasi sedikit," kata Suhardi di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Kamis (17/5/2018).
Â
Reporter: Renald Ghiffari
Sumber: Merdeka.com
Advertisement