Liputan6.com, Jakarta - Penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah kembali terjadi di Pulau Lombok pada Sabtu dan Minggu, 19-20 Mei 2018. Kali ini sebanyak 24 jemaat Ahmadiyah di Kecamatan Sakra, Lombok Timur akhirnya mengungsi ke Mapolres Lombok Timur setelah rumah mereka diduga dirusak oleh sekelompok masyarakat.
Insiden ini bukan yang pertama kali. Pada 2006, hal serupa juga berlangsung di wilayah Lombok Barat. Sampai saat ini, puluhan jemaah Ahmadiyah masih mengungsi di penampungan Transito, Kota Mataram.
Baca Juga
Untuk mengantisipasi terulangnya kejadian serupa, Komnas HAM meminta Pemerintah Provinsi NTB dan Pemerintah Kabupaten Lombok Timur agar belajar ke Wonosobo, bagaimana menciptakan harmoni antara jemaah Ahmadiyah dan agama lain, sehingga mereka bisa hidup berdampingan.
Advertisement
"Banyak daerah yang mampu melindungi jemaah Ahmadiyah dan toleransi antara umat beragama berjalan baik. Seperti di Wonosobo ada 6 ribu jemaah Ahmadiyah berpuluh-puluh tahun hidup damai dan tak ada konflik yang berarti," ujar Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, di Kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (21/5/2018).
Ia mengatakan, di Wonosobo telah terbangun toleransi antar-umat beragama. Pemda setempat juga bersikap tegas dalam mencegah hal-hal yang berkaitan dengan intoleransi.
"Saya kira patut dicontoh. Pemkab Lombok Timur dan Pemprov NTB tepatnya mencontoh apa yang ada di Wonosobo dan banyak daerah lain. Di Tasikmalaya, jemaah Ahmadiyah hidup berdampingan secara damai dan juga di Garut. Kita harus semakin banyak memberi contoh baik," dia menjelaskan.
Â
Belum Ada Solusi
Komnas HAM sendiri mengutuk keras peristiwa yang menimpa jemaah Ahmadiyah di Sakra, Lombok Timur. Peristiwa itu dianggap sebagai bentuk penyerangan langsung terhadap kebebasan beribadah dan berkeyakinan.
"Kami prihatin kepada kawan-kawan Ahmadiyah. Semoga setelah penyerangan tersebut, saat ini Pemda mampu melindungi warganya," kata Beka.
Komnas HAM juga mencatat, belum ada solusi memadai dari Pemprov NTB dan Pemkab Lombok Timur maupun Pemkab Lombok Barat atas kasus-kasus penyerangan terhadap pengikut Ahmadiyah di daerah ini. Padahal pemerintah memiliki kewajiban konstitusi melindungi warganya.
Beka juga menuntut kepolisian bertindak tegas, mengatasi tindakan yang mengarah pada pelanggaran pidana seperti perusakan rumah.
Berdasarkan catatat Komnas Perempuan, sejak 2006 terjadi penyerangan terus menerus terhadap warga Ahmadiyah di NTB. Ketika pihaknya melakukan pemantauan pada 2013 bersama lembaga lain, para perempuan menjadi korban kelompok intoleran baik penyerangan fisik maupun nonfisik.
Pengungsian Transito di Mataram dan di Praya Lombok Tengah juga disebut sebagai tempat pengungsian paling panjang sejak 2006.
"Setidaknya sudah 12 tahun lebih mereka menempati tempat pengungsian karena ketidakpastian jaminan keamanan dan perlindungan warga negara," kata Ketua Gugus Kerja Perempuan dalam Konstitusi dan Hukum Nasional Komnas Perempuan, Khariroh Ali.
Reporter:Â Hari Ariyanti
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement