Sukses

Ketua Revisi UU Terorisme: Densus Tolak Motif Politik Masuk Definisi

Ketua Pansus Revisi UU Terorisme Muhammad Syafii mengatakan, pemerintah sudah satu suara terkait definisi terorisme soal adanya motif politik.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Pansus Revisi UU Terorisme Muhammad Syafii mengatakan, pemerintah sudah satu suara terkait definisi terorisme soal adanya motif politik. Pihak yang belum setuju adalah Densus 88 Antiteror, walaupun Kapolri sudah menyetujuinya.

"Makanya kita heran kalau kemudian dalam rapat pansus itu pihak Densus menolak. Ada apa? kita kan tidak ingin kembali terjadi era supersif. Karena tidak ada batasan yang valid bisa ditarik sana sini akhirnya yang menetapkan seseorang teroris atau bukan itu bukan hukum, tapi adalah subjektif dari aparat di lapangan," kata Syafii di gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (21/5/2018).

Selain Kapolri, pria yang akrab disapa Romo ini menjelaskan, dia memiliki surat rumusan dari Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Menko Polhukam Wiranto, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang poin dasarnya sepakat bahwa definisi terorisme itu selain ada tindak kejahatan yang bisa menimbukan ketakutan masif, menjatuhkan korban, merusak objek vital yang strategis,mengancam keamanan negara dan mempunyai tujuan politik.

"Ini di sini lengkap Kapolri, Panglima TNI, Menhan, semua memuat unsur gangguan keamanan negara dan tujuan politik. Makanya kita heran Densus dalam rapat tersebut nggak setuju," ujarnya.

Politikus Gerindra ini menambahkan alasan Densus tak setuju dengan adanya motif politik karena dapat mempersempit ruang gerak menindak teroris. Namun, dia khawatir bila motif politik tidak terkandung dalam definisi teroris, penegak hukum bisa subjektif menentukan seseorang tersebut teroris atau bukan. Maka dari itu perlu payung hukum yang kuat supaya aparat tak sewenang-wenang.

"Katanya itu bisa mempersempit ruang gerak. mempersempit apa? kalau kemudian tidak bisa bebas menangkap ya memang harus tidak bebas. Karena di negara hukum aparat penegak hukum pada dasarnya tidak ada kewenangan apapun kecuali yang diberikan oleh hukum itu sendiri. Karena itu kita ingin memberikan kewenangan itu lewat hukum," imbuhnya.

Dia mengatakan, DPR ingin ketat bahwa defiinisi terorisme selain ada tindak kejahatan, ada ketakutan masif, bisa menimbulkan korban dan bisa merusak objek vital strategis harus ada unsur mengganggu keamanan negara dan punya tujuan politik.

"Tanpa itu seseorang tidak bisa disebut teroris," kata Syafii.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

PKB Janji Kawal

Sekjen PKB Abdul Kadir Karding menjamin Revisi UU Terorisme tak akan membuat kepolisian main tangkap terhadap terduga terlibat terorisme. Peraturan pemerintah nantinya akan mengatur sejauh mana yang kepolisian dapat lakukan.

Selain itu, DPR juga akan mengawal dalam tingkat penerapan teknisnya. Polisi, menurutnya, hanya bisa melakukan penindakan sejauh seseorang ditemukan bukti keterlibatan dengan terorisme.

"Kita harus mengawal kepada tingkat peraturan teknisnya nanti, bagaimana terutama sejauh mana yang boleh diduga itu sejauh mana, jangan main duga terus main tangkap," ujar Karding di kantor Indikator, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (21/5/2018).

Soal permasalahan definisi dan pelibatan TNI yang selama ini dipermasalahkan, Karding memastikan perdebatan antara eksekutif dan legislatif sudah selesai. Karena itu, RUU tersebut sudah bisa disahkan sebelum akhir Mei.

Khusus definisi, dia memastikan tidak ada perdebatan makna teroris lagi. RUU yang akan disahkan nanti, juga sudah mengakomodasi keinginan Dewan, yaitu pemaknaan terorisme dalam politik dan ideologi.

Definisi politik dan ideologi tersebut, menurutnya akan dicantumkan dalam batang tubuh atau penjelasan. "Semua terakomodasi cuma tata letaknya saja," kata dia.

 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

Sumber: Merdeka.com