Sukses

Meski Dikeroyok, KPU Ngotot Larang Eks Napi Korupsi Jadi Caleg

KPU siap bila aturannya nanti digugat ke Mahkamah Agung.

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, menyatakan rapat pleno KPU tetap memutuskan memasukkan larangan mantan napi korupsi untuk menjadi anggota legislatif dalam peraturan KPU (PKPU).

"Soal aturan mantan napi koruptor itu kita tetap. Iya tetap untuk tidak memperbolehkan," ujar Pramono, di Gedung DPR RI, Jakarta Selatan, Rabu (23/5/2018).

Langkah itu diambil meski KPU tak mendapat dukungan dari lembaga lain. Dalam rapat dengar pendapat, Selasa (22 Mei 2018), Bawaslu, DPR dan Kemendagri ramai-ramai menolak rencana itu.

Pramono mengungkapkan pertimbangan lembaganya. Ia menegaskan aturan larangan mantan narapidana korupsi menjadi calon legislatif bertujuan agar masyarakat memiliki wakil yang rekam jejaknya bersih.

"Nah, itu harus dimulai dari rekrutmen calon legislatif, itu pintu masuk yang sangat penting," ucap Pram.

Komisioner KPU ini pun merasa institusinya tidak akan gentar walaupun nantinya ada pihak yang melakukan uji materi atau judicial review (JR) terhadap aturan tersebut ke Mahkamah Agung (MA). Dia menuturkan, jika terjadi JR, KPU siap menghadapinya dan akan menyiapkan argumen untuk menjelaskannya.

"Kalau uji materi itu kan belum tentu juga dikabulkan. Maka kita terus dorong yang pemberantasan antikorupsi. Kita bisa adu argumen di forum JR di MA. Kita akan hadapi di sana," tuturnya. Pram berharap usulan aturan itu dapat diterima oleh DPR.

Saksikan video pilihan di bawah ini

 

2 dari 2 halaman

Tak Diatur UU

Selasa (22/5/2018), Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat dengar pendapat bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Kemendagri untuk membahas rancangan Peraturan KPU (PKPU) mengenai aturan pencalonan calon anggota legislatif (caleg) dan calon presiden dan wakil presiden pada tahun 2019.

Salah satu poin yang dibahas adalah rancangan KPU mengenai larangan bagi mantan napi korupsi untuk maju sebagai caleg nantinya. Hasilnya, DPR, Bawaslu dan Kemendagri tidak setuju dengan wacana aturan itu karena menganggap tidak ada undang-undang yang mengatur mengenai aturan tersebut.