Liputan6.com, Jakarta Komisi VIII DPR RI mengapresiasi usulan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) untuk mengkaji penerapan escrow account (rekening bersama) dalam mekanisme pembayaran penyelenggaraan umrah. Usulan ini menjadi masukan Komisi VIII DPR RI, khususnya Panja yang sedang membahas revisi Undang-Undang Haji dan Umrah.
“Yang sudah berjalan selama ini dengan akad muwakklah melalui Kementerian Agama. Akan diatur ke arah sana, agar ke depan menjadi sebuah jaminan bahwa penyelenggara umrah tidak melakukan kecurangan, bisa diatasi dengan adanya dana yang ditampung,” kata Anggota Komisi VIII DPR RI Achmad Mustaqim di sela-sela RDPU Komisi VIII DPR RI dengan YLKI dan dua perusahaan umrah-haji PT. Thayiba Tora Tours and Travel dan PT Patuna Mekar Jaya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (23/5/2018).
Baca Juga
Meski demikian Mustaqim menyatakan, perlu kajian lebih jauh karena kaitannya dengan payung hukum yang saat ini pada posisi on progress Panja RUU Penyempurnaan Haji dan Umrah. Diharapkan masukan ini bisa diramu dan diformulasikan dalam penyempurnaan RUU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Haji.
Advertisement
Politisi PPP ini juga mengapresiasi dicanangkannya gerakan ‘5 Pasti’ para pengusaha umrah-haji, yaitu Pastikan Izin Travelnya, Pastikan Programnya, Pastikan Pesawatnya, Pastikan Akomodasi/Hotelnya dan Pastikan Visanya.
Selain itu, juga ia juga mengapresiasi Peraturan Menteri Agama Nomor 08 Tahun 2018 yang menetapkan Biaya Penyelenggaran Ibadah Umrah (BPIU) Referensi sebesar Rp20 juta dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) wajib memberangkatkan jamaah umrah paling lambat 6 bulan setelah pendaftaran, serta PPIU hanya menerima pelunasan BPIU paling lama 3 bulan sebelum waktu keberangkatan serta Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji (Sipatuh).
Menurut Mustaqim, dengan beberapa hal itu para penyelenggara umrah menilai akan memberikan nuansa baru, agar penyelenggaraannya ke depan lebih baik, akuntabel dan tidak menimbulkan kegagalan bagi jemaah yang mau umrah.
Menjawab pertanyaan mengenai kewajiban edukasi kepada masyarakat agar tidak tertipu travel nakal, Mustaqim mengatakan bahwa kewajiban itu tidak melekat hanya pada satu institusi saja seperti Dirjen Umrah Haji yang SDM-nya sangat terbatas. Padahal tugasnya mengawasi penyelenggaraan umrah yang jumlahnya mencapai 1 juta orang.
“Anggota Komisi VIII DPR pun secara pribadi juga melakukan edukasi tentang umrah yang baik dan benar. Saat mengunjungi dapil, kami juga selalu mengedukasi masyarakat, bahkan seluruh elemen masyarakat secara bersama-sama ikut memberi pemahaman agar terhindar dari penipuan,” pungkas dia.
(*)