Sukses

Anas Urbaningrum Ajukan PK, Ini Kata Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar

Anas Urbaningrum mengajukan peninjauan kembali melalui PN Jakarta Pusat.

Liputan6.com, Jakarta - Terpidana korupsi proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Anas Urbaningrum menilai putusan tingkat kasasi yang dipimpin hakim Artidjo Alkostar tak kredibel. Dia pun mengajukan peninjauan kembali melalui PN Jakarta Pusat.

Namun, Anas menampik pengajuan PK tersebut seiring momen Artidjo yang pensiun per 22 Mei 2018. Selama ini, Artidjo dikenal sebagai sosok hakim bertangan besi.

Sementara, Artidjo enggan menanggapi pengajuan PK Anas Urbaningrum tersebut. 

"Karena etika daripada hakim itu sangat ketat. Tidak boleh kita mengomentari perkara yang akan berproses atau telah saya tangani. Tidak boleh. Itu kode etiknya jelas," kata Artidjo di gedung Mahkamah Agung, Jumat (25/5/2018).

Dia pun geram dengan orang-orang yang menyebut hakim MA mengada-ada ketika memperberat hukuman Anas dalam kasasi. Dia mengatakan MA tidak selalu bergantung dengan alasan seseorang mengajukan kasasi ketika memutus perkara. Oleh karena itu, bisa saja hakim memperberat hukuman Anas Urbaningrum dalam kasasi, lalu bisa saja tidak tetap atau malah berkurang.

"MA mengadili tidak bergantung pada alasan-alasan kasasi. Itu dibaca di UU MA. Jadi banyak komentator itu tidak tahu hukum tentang hukum acara dan hukum UU MA. Itu berkomentar dia seolah-olah tahu, itu disayangkan," kata Artidjo.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Vonis Anas

Pada pengadilan tingkat pertama, Anas divonis 8 tahun penjara. Tidak terima dengan putusan tersebut Anas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Namun, tak berbuah manis, Anas justru harus menelan pil pahit setelah majelis hakim MA menolak permohonan kasasi.

Hakim MA malah melipat gandakan hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara serta denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun 4 bulan kurungan. Bahkan, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR RI itu pun diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 57.592.330.580 kepada negara.