Sukses

Aman Abdurrahman Ungkap Alasan Tuding Ada Unsur Politis Penangkapannya

Aman Abdurrahman ditemui seorang peneliti berkewarganegaraan asing. Apa saja yang dibicarakan?

Liputan6.com, Jakarta - Oman Rochman alias Aman Abdurrahman alias Abu Sulaiman mengungkapkan nuansa politis penangkapannya. Dia menceritakan lewat nota pembelaan yang dibacakan di pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (25/5/2018).

Rangkaian cerita itu dimulai pada 15 Desember 2017. Aman dibawa ke Kejaksaan Jakarta Selatan untuk penyerahan berkas tahap dua atau P21. Setelah administrasi rampung, ia digelandang ke sel isolasi di Mako Brimob Kelapa Dua Depok. Seingatnya, peristiwa itu terjadi pada 21 Desember 2017.

Di tempat itu, Aman beberapa kali menerima tamu Warga Negara Asing (WNA) asal Srilanka bernama Prof Rohan, yang bekerja untuk negara Singapura dan bekerjasama dengan pemerintah Republik Indonesia dalam bidang pengkajian gerakan Islam.

"Tamu disertai penerjemah dan ditemani beberapa perwira pertama dan perwira menengah Densus 88 dan anggota lainnya," ujar dia.

Prof Rohan mewawacarainya mengenai tauhid, syirik hukum, dan demokrasi status pemerintahan dan pemerintah. Ia juga mengunkapkan pandangannya tentang khilafah.

Wawancara berlangsung kurang lebih tujuh jam. "Saya jelaskan sesuai dengan apa yang saya pegang selama ini," ungkap dia.

Keesokan harinya, tamu rombongan Prof Rohan juga melakukan aktivitas yang serupa. Bedanya, wawancara kali ini disertai tim pengambilan gambar video.

"Saya diwawancara dari jam 10.30 - 11.30. Kali ini perihal buku-buku dan rekaman-rekaman kajian yang disebarkan selama di penjara dan di luar penjara dan perihal lainnya," ungkap Aman.

"Acara selesai dan Prof Rohan dan rombongan bubar dan janji jam 13.30 datang lagi. Pada jam 13.30 saya tunggu. Mereka kemudian datang, perwira Akpol Densus 88 dan anggota penerjemah, tetapi Prof Rohan tidak datang," sambung dia.

Aman melanjutkan, Prof Rohan tak bisa ikut karena ada alasan tertentu. "Sang perwira berkata kepada saya, Prof Rohan siang ini sedang bertemu dengan seorang pejabat tinggi di negara dulu dan insyaallah sore datang ke sini," ujar dia.

"Sang perwira itu berkata kepada saya bahwa video itu akan diperlihatkan kepada Kapolri, dan saya jawab ya silakan," dia menambahkan.

Tanpa diduga-diduga sekitar pukul 17.00 WIB, Profesor Rohan menghampirinya dengan tiga pertanyaan. Namun, semuanya ditolak dengan alasan yang berbeda-beda.

"Bagaimana kalau pemerintah ini menawarkan kepada Ustaz untuk berkompromi dengan pemerintah? Bila ustaz Aman mau berkompromi, maka akan langsung dibebaskan dan bila tidak mau berkompromi, maka akan dipenjara seumur hidup," tanya Prof Rohan saat itu.

"Saya tidak akan mau berkompromi dengan pemerintah ini, saya insyaallah akan keluar dari penjara berupa mayat sebagai syahid, atau keluar dalam keadaan hidup sebagai pemenang dalam prinsip ini," jawab Aman.

Prof Rohan kembali bertanya, "Ustaz saya ini pengagum sejarah Indonesia, bagaimana kalau Ustaz saya ajak jalan-jalan ke Museum Indonesia, apakah Ustaz mau?" tanya Prof Rohan.

"Saya jawab saya tidak mau," Aman kembali menjawab.

 

2 dari 2 halaman

Pertanyaan Terakhir

Pertanyaan terakhir dari Prof Rohan, "bagaimana kalau malam ini saya ajak makan malam di luar?" tanyanya lagi.

"Saya jawab saya tidak mau, saya tidak akan keluar dari penjara kecuali berupa mayat sebagai syahid insyaallah, atau keluar masih hidup sebagai pemenang," jawab Aman lagi.

Tak lama setelah itu, Prof Rohan pamit pulang. Aman lantas menyuruh hakim menganalisa tiga ajakan dari seorang WNA tadi.

"Dia sebut (saya) sebagai orang paling berbahaya se-Asia Tenggara. Terus dia habis bertemu dengan pejabat negara dan dia sampaikan kepada pejabat negara dan perwira Akpol Densus 88 di tempat yang tidak bisa dijangkau oleh orang lain. Bahkan keluarga saya sampai saat ini saya tulis surat ini, belum bisa memasukinya," tutup dia.

Saksikan video pilihan di bawah ini