Liputan6.com, Jakarta - Ketua Bagian Temuan dan Laporan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Yusti Erlina menjelaskan dasar hukum yang menjadi alasan iklan PSI dianggap sebagai pelanggaran kampanye di luar jadwal. Bawaslu mengatakan iklan tersebut sudah masuk citra diri yang merupakan bagian dari kampanye.
Hal tersebut seperti terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Citra diri sudah termaktub dalam Pasal 1 ayat 35.
Baca Juga
"Kalau untuk peraturan citra Bawaslu tidak mengacu pada PKPU atau peraturan tentang citra tetapi mengacu pada undang-undang," ucap Yusti di Cikini, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Advertisement
Dalam undang-undang tersebut tidak begitu dijelaskan mengenai makna citra diri. Hal tersebut dijelaskan kembali melalui ahli bahasa. Ahli itu menjelaskan bahwa nomor urut dan logo partai merupakan citra diri.
"Bagi bawaslu ini kan sudah clear dukungan terhadap itu sudah menghadirkan para ahli. Jadi citra diri itu sudah clear bagi bawaslu tapi ini masih ada proses-proses pembuktian lanjutan nantikan Bareskrim juga punya hak lagi kejaksaan juga nanti punya hak lagi,” ujar Yusti.
"Citra diri itu hasil dari klarifikasi kita kepada ahli bahasa ahli politik, komunikasi politik bisa. Citra diri itu bisa dengan nomor pengurus logo, lagu warna itu sudah masuk citra diri," imbuhnya.
Pembelaan PSI
Sebelumnya, dua pengurus PSI dilaporkan Bawaslu ke Bareskrim atas dugaan pelanggaran jadwal kampanye. Namun, pengacara PSI, Albert Aris, mengatakan makna citra diri yang menjadi dasar laporan tidak jelas dalam aturan undang-undang.
"Pendapat kami penyidikan atas laporan Bawaslu layak dihentikan karena perbuatan yang dilakukan PSI bukan tindak pidana, menurut pasal 492 UU Pemilu karena frasa citra diri di UU tersebut itu terlalu luas dan belum ada penjelasannya serta belum ada peraturan resmi dari KPU yang mengatur atau mendefinisikan tentang citra diri," ujar Albert.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement