Sukses

50 Napi Teroris dari Lampung Dipindah ke Nusakambangan

Puluhan napi yang diangkut dengan tiga bus pariwisata serta dikawal personel Brimob itu tiba di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Rabu 30 Mei 2018, sekitar pukul 06.00 WIB.

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 50 napi teroris yang diboyong dari Lembaga Pemasyarakatan II-A Metro, Kota Metro, Lampung, tiba di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

Puluhan napi yang diangkut dengan tiga bus pariwisata serta dikawal personel Brimob itu tiba di Dermaga Wijayapura, Cilacap, Rabu 30 Mei 2018, sekitar pukul 06.00 WIB, dan selanjutnya diseberangkan menuju Dermaga Sodong di Pulau Nusakambangan.

Selama proses penyeberangan tersebut berlangsung, pengamanan di sekitar Dermaga Wijayapura ditingkatkan.

Bahkan, peningkatan pengamanan yang melibatkan puluhan personel Kepolisian Resor Cilacap itu dilakukan beberapa jam sebelum kedatangan bus pembawa napi dari Lampung itu.

Saat dihubungi dari Cilacap, Koordinator Lembaga Pemasyarakatan se-Pulau Nusakambangan dan Cilacap Hendra Eka Putra mengatakan 50 napi pindahan dari Lapas Metro itu seluruhnya terlibat kasus terorisme.

"Enggak ada yang pidana umum, semuanya teroris. Mereka ditempatkan di Lapas Pasir Putih dan Lapas Batu," kata Hendra yang juga Kepala Lapas Kelas I Batu Nusakambangan. seperti dikutip dari Antara.

Selain 50 napi kasus terorisme yang dibawa masuk ke Nusakambangan, kata dia, sebanyak 30 tahanan kasus terorisme yang sebelumnya menempati sejumlah lapas di pulau "penjara" itu juga dipindahkan ke Rutan Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat.

Menurut dia, pemindahan tahanan kasus terorisme dari Pulau Nusakambangan ke Rutan Gunung Sindur masih akan dilakukan secara bertahap.

"Hari ini ada 30 orang yang dibawa ke Gunung Sindur. Di Nusakambangan masih ada beberapa tahanan karena di tempat saya saja masih ada 20 orang, di tempat (lapas) lain juga masih ada tapi saya enggak hafal," katanya.

Kendati demikian, dia memperkirakan jumlah napi kasus terorisme di Nusakambangan mencapai 200 orang. 

2 dari 2 halaman

Berisiko Tinggi

Hendra mengatakan, para tahanan terorisme bersisiko tinggi masih bisa melakukan salat tarawih.

"Mereka 'one man, one cell', satu orang dalam satu sel, sehingga melaksanakan salat tarawih sendiri-sendiri di dalam selnya. Kami telah menyediakan kebutuhan mereka seperti air untuk wudu," kata Hendra.

Saksikan video pilihan di bawah ini: