Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyurati Presiden Jokowi meminta agar pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dicabut dari revisi UU KUHP.
Terkait hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, seharusnya KPK mengirim surat ke DPR bukan Jokowi. "Wajibnya (menyurati) ke DPR," kata Kalla usai menghadiri acara buka puasa bersama di kediaman Chairul Tanjung di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6/2018).
JK menjelaskan, yang merevisi UU KUHP adalah DPR. Dengan demikian, DPR lah yang memiliki kewenangan untuk mencabut pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
Advertisement
"Itu kewenangan DPR lah jangan Presiden lagi. Itu kan dibahas di DPR, kewenangannya DPR bukan Presiden," ujar dia.
Pada Selasa, 29 Mei 2018, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengungkapkan alasan mengirim surat kepada Kepala Negara. KPK menilai masuknya pasal-pasal tindak pidana khusus, termasuk korupsi dalam revisi UU KUHP bisa memperlemah pemberantasan korupsi.
"Saya kira masyarakat Indonesia sebagai korban dari kejahatan korupsi ini akan mendukung jika Presiden berupaya melawan pelemahan terhadap pemberantasan korupsi dan sekaligus diharapkan Presiden juga memimpin penguatan pemberantasan korupsi yang salah satu caranya adalah membuat aturan yang lebih keras pada koruptor melalui revisi UU Tipikor yang ada saat ini," ujar Febri.
Buat Kajian Mendalam
Febri menambahkan, KPK telah melakukan kajian mendalam terkait RUU KUHP. Mereka melibatkan sejumlah guru besar, ahli dan praktisi hukum di beberapa universitas.
"Ada kekhawatiran yang tinggi jika RUU KUHP dipaksakan pengesahannya dalam kondisi saat ini. Kita tidak bisa membayangkan ke depan bagaimana risiko terhadap pemberantasan korupsi dan kejahatan serius lainnya," kata dia.
Reporter: Titin Supriatin
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Advertisement