Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung segera mengajukan anggaran tambahan untuk pengadaan penambahan senjata api organik sebagai sarana pengamanan dan bela diri dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu.
Hal itu menyusul penculikan bocah berinisial REM, anak dari Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Timor Tengah Utara oleh Prantiana Kore, oleh seorang terdakwa perkara tindak pidana korupsi yang ditangani penegak hukum tersebut.
"Segera mengajukan anggaran tambahan untuk pengadaan penambahan senjata api organik sebagai sarana pengamanan dan bela diri dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu," kata Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Jan S Maringka melalui siaran tertulisnya seperti yang dilansir dari Antara, Senin (4/6/2018).
Advertisement
Dia menyatakan, pihaknya melalui Persatuan Jaksa Indonesia (PJI) sebagai organisasi profesi, akan diperjuangkan ratifikasi "UN Guideline on the Role of Prosecutors" sebagai regulasi perlindungan jaksa Indonesia.
Sambil menanti regulasi tersebut, Kejaksaan Agung telah memasukkan keterampilan dasar bela diri sebagai kurikulum tambahan diklat pembentukan jaksa.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Â
Rentan Ancaman
Sebelumnya, Pengurus Pusat PJI Reda Manthovani menyatakan profesi jaksa masih rentan ancaman dari pihak yang tengah berperkara. Ini terbukti dengan adanya penculikan bocah REM, anak dari Kasi Pidsus Kejari Timor Tengah Utara oleh Prantiana Kore, seorang terdakwa perkara tindak pidana korupsi yang tengah diusutnya.
"Jaminan atas keselamatan diri jaksa dan keluarganya dalam melaksanakan tugas penegakan hukum diatur secara tegas dalam Pedoman PBB tentang Peranan para Jaksa (UN Guidelines on the Role of Prosecutors) yang diadopsi pada Kongres PBB ke-8 tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Pelaku Kejahatan di Havana-Kuba tanggal 27 Agustus-7 September 1990," kata Reda.
Pedoman PBB tersebut mengatur kewajiban negara dalam menciptakan rasa aman bagi Jaksa serta bentuk jaminan lain seperti penggajian dan sistem promosi yang layak.
Selain itu impunitas ancaman pemidanaan sebagai bagian tidak terpisahkan dari kemandirian tugas Jaksa terhadap berbagai bentuk intervensi maupun intimidasi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum.
Pada 23 Mei 2018, melalui putusannya Nomor 68/PUU-XV/2017 Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan yang dilayangkan oleh PJI terkait Pasal 99 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang mengatur ketentuan pidana bagi jaksa selaku penuntut umum dalam melaksanakan tugas penuntutan.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim Konstitusi menilai ketentuan ancaman pidana kepada jaksa dalam penyelenggaraan SPPA melanggar hak-hak konstitusional terkait jaminan hukum bagi penyelenggaraan peradilan yang merdeka serta dapat memberikan dampak psikologis berupa ketakutan dan kekhawatiran dalam penyelenggaraan tugas mengadili suatu perkara.
Advertisement