Sukses

Tangkal Radikalisme, 50 Ribu Aktivis 98 Akan Rembuk Nasional di Monas

Aktivis 98 mengaku resah dengan ancaman radikalisme yang terus menggerus bumi pertiwi.

Liputan6.com, Jakarta - Aktivis 98 mengaku resah dengan ancaman radikalisme yang terus menggerus bumi pertiwi. Mereka menilai, ada kelompok masyarakat yang ingin melemahkan dan mengganti ideologi Pancasila.

"Kami secara bersama memandang tidak boleh diam, kami harus melawan radikalisme, intoleransi, dan terorisme yang terus mengikis orientasi kebangsaan rakyat Indonesia," ujar juru bicara Rembuk Nasional Aktivis 98, Sayed Junaidi Rizaldi, dalam konferensi pers Graha Pena 98, Kemang Timur, Jakarta Selatan, Minggu, 3 Mei 2018.

Sayed menegaskan, seluruh elemen yang ikut bergerak pada Reformasi 98 akan turun gunung. Puluhan ribu anggota yang 20 tahun lalu berasal dari seluruh kampus di Nusantara, disebutnya, akan berkumpul dan mengadakan rembuk nasional pada Juli mendatang.

"Rembuk Nasional akan diikuti 50 ribu aktivis 98 seluruh Indonesia di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, pada 7 Juli 2018, dengan tujuan memusyawarahkan pemikiran dan menyatukan langkah untuk menegaskan pentingnya menyelamatkan ke-Indonesian," kata Sayed.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

2 Faktor

Ada dua alasan melatarbelakangi giat tersebut. Pertama soal ideologi, lanjut dia, intoleransi, radikalisme, dan terorisme telah mengancam Pancasila dan merusak nilai-nilai kemanusiaan.

"Jadi sikap ambigu elite politik akan membuat ujaran kebencian meluas dan mereka yang terpapar ini akan mudah berpotensi melakukan radikalisme," ujar Sayed.

Kedua, terkait kondisi nasional. Dia menyatakan, radikalisme, intoleransi, dan terorisme telah menyebar ke segala lapisan sosial dan aparatur pemerintahan. Mereka yang sudah terpapar radikalisme, menjungkirbalikkan fakta.

"Cara pandang mereka yang memonopoli kebenaran, membuat mereka menjadikan hakim bagi orang-orang yang berbeda dengan mereka. Kebinekaan yang merupakan kekayaan dan kekuatan bangsa, justru hendak diseragamkan karena mereka memandang kebinekaan sebagai musuh," Sayed menegaskan.