Liputan6.com, Jakarta Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) meminta kepada pemerintah agar memihak kepada pelaku lokal dalam pengembangan industri dalam negeri. Dengan demikian, daya saing pelaku nasional dapat terdongkrak dan mampu menopang pertumbuhan ekonomi.
Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta mengatakan keberpihakan tersebut ditujukan agar kebijakan pengembangan industri yang telah disusun dapat berjalan dengan lancar.
Baca Juga
"Oleh karena itu, keberpihakan menjadi sangat penting karena apabila kebebasan kehendak dibiarkan di pasar maka pelaku beserta industri dalam negeri tidak dapat naik kelas," ujarnya dalam Media Gathering Ramadan KEIN, Senin (4/6).
Advertisement
Keberpihakan tersebut katanya, sesuai dengan semangat Nawacita pemerintah yang berpedoman pada Pancasila untuk menjaga keseimbangan dalam sistem perekonomian, terutama pasar.
“Negara hadir untuk mendukung dan menopang pelaku pasar yang lemah dan terlemahkan.”
Menurut Arif, masih banyak industri yang butuh dukungan pemerintah. Salah satunya adalah intermediate industry yang masih menjadi beban bagi neraca perdagangan nasional. Ketergantungan terhadap impor bahan baku industri menjadi penyebab utama tingginya pertumbuhan impor Indonesia.
Oleh karena itu, KEIN mengusulkan pengembangan industri antara atau intermediate industry harus menjadi prioritas utama dalam agenda pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Pengembangan intermediate industry harus menjadi fokus utama pemerintah dalam rangka menguatkan fundamental ekonomi Indonesia sehingga pertumbuhan yang ditargetkan dapat tercapai,” ucapnya.
Industri antara yang harus dikembangkan, jelasnya, yakni industri-industri yang mendukung pengembangan industri prioritas, industri yang memenuhi kebutuhan dalam negeri, dan penciptaan lapangan pekerjaan di dalam negeri.
Berdasarkan data Kementerian Perindustrian masih banyak produk intermediate industry dari komoditas kelapa sawit misalnya, yang belum diproduksi secara domestik yakni amino acid, palm fatty acid distillate, vitamin A, vitamin E, lipase, dan single cell protein.
"Ini merupakan potensi yang besar. Misalnya palm fatty acid distillate yang merupakan bahan baku untuk sabun cuci, fat powder, dan cocoa butter subtitute. Konsumsi produk tersebut kan cukup tinggi di Indonesia. Untuk mengembangkan itu tentunya pelaku perlu kehadiran negara dan keberpihakan pemerintah," jelas Arif.
Mengacu pada Badan Pusat Statistik (BPS), komposisi nilai impor berdasarkan kategori barang, kategori bahan baku dan bahan penolong mendominasi hingga 75% pada 2017. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yang berkisar di atas 70%.
Adapun jenis bahan penolong yang menguasai kategori bahan baku dan bahan penolong yakni makanan dan minimun (baku untuk industri), diikuti dengan bahan pasokan (baku untuk industri), dan makanan dan minuman (olahan untuk industri).
(*)