Sukses

Panja Minta KPK Cari Alternatif soal Delik Korupsi di Revisi KUHP

Anggota Panitia Kerja (Panja) Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Arsul Sani meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersikap bijak.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Panitia Kerja (Panja) Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Arsul Sani meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersikap bijak menyikapi masuknya delik korupsi dalam perundangan itu. Dia menegaskan, KPK tidak bisa memaksakan keinginannya agar delik tersebut dikeluarkan dari RKUHP karena khawatir kewenangannya memberantas korupsi hilang.

Menurut dia, KPK perlu memikirkan opsi alternatif atas masuknya delik korupsi itu ke revisi KUHP. Misal, KPK meminta adanya pasal peralihan atau pasal penutup yang memuat delik korupsi untuk menjamin kewenangan pemberantasan korupsi tidak hilang.

"Mestinya komunikasi publiknya KPK itu juga diberi alternatif yang kedua. Tidak hanya kami (KPK) minta dikeluarkan, tapi diberi alternatif kedua," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 5 Juni 2018.

Dia menjamin masuknya delik tindak pidana korupsi dalam revisi KUHP tidak akan memangkas atau bahkan menghilangkan kewenangan KPK dalam pemberantasan korupsi.

Sebab sebelum delik tersebut dimasukkan, sudah ada perdebatan dalam Panja Revisi KUHP soal pemuatan beberapa tindak pidana khusus.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Untuk Menata Ulang Hukum Pidana

Arsul mengklaim RKUHP merupakan upaya untuk menata ulang kebijakan hukuman pidana di Indonesia. Semisal soal besaran hukuman dan denda dalam KUHP sekarang.

Selama ini DPR dan Pemerintah telah salah kaprah dalam merumuskan ancaman pidana sampai 20 tahun. Dalam KUHP sekarang, DPR dan Pemerintah langsung menetapkan ancaman hukuman 20 tahun tanpa kejelasan unsur pemberatan.

Padahal, kata Arsul, seharusnya ancaman pidana penjara diatur maksimal 15 tahun, namun dapat diperberat sepertiga menjadi 20 tahun."Nah, RKUHP yang sekarang ini ingin meluruskan itu," klaim dia.

Penataan ulang kebijakan hukum pidana tindak pidana korupsi ini, lanjut Arsul, juga akan berdampak ke tindak pidana lain, seperti terorisme, narkotika dan pelanggaran HAM berat.

"Ya terorisme, pelanggaran HAM berat, narkotika, itu ada penataan ulang," tandas Arsul.

Reporter: Renald Ghiffari

Sumber: Merdeka.com