Liputan6.com, Jakarta - Telepon ganggam Komisaris Jenderal Mochamad Iriawan berdering. Dia tidak menaruh curiga ketika nama yang muncul di layar telepon adalah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Pikirnya saat itu adalah silturahmi melalui sambungan telepon mengingat hari itu adalah lebaran kedua, Sabtu 16 Juni 2018.
Namun, suara di balik telepon itu tidak hanya menyampaikan ucapan selamat Idulfitri, pesan lainnya adalah bahwa jenderal bintang tiga yang duduk sebagai sekretaris utama Lemhanas ini akan didapuk jabatan baru, Penjabat Gubernur Jawa Barat.
"Di kasih tahu pas lebaran kedua, pukul 20.00 WIB ketika silaturahmi dengan besan di Surabaya. (Saya) Kaget, langsung pulang ke Jakarta," kata lulusan Akademi Kepolisan 1985 ini, Senin (18/6/2018).
Advertisement
Tugas baru mantan Kapolda Jabar dan Metro Jaya ini mengisi kekosongan kursi Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang habis per 13 Juni 2018. Pengangkatan Iriawan tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 106/B tahun 2018 Tanggal 8 Juni 2018.
Masih melalui sambungan telepon, Iriawan berjanji menjawab kepercayaan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat dengan baik. Ia menilai, sebagai prajurit dan bhayangkara sejati, apapun yang diperintahkan negara akan dilaksanakan dengan maksimal.
Ia mengungkapkan, alasan Menteri Tjahjo menunjuknya sebagai Penjabat Gubernur Jabar karena tidak terlepas dari faktor pernah menjadi Kapolda Jabar. Dengan kata lain, Iriawan dianggap kenal dengan kultur Jabar.
"Pesan beliau laksanakan tugas dengan tanggung jawab, karena pernah jadi Kapolda Jabar dan beliau tahu saya dibesarkan di Jawa Barat," terang Iriawan.
Mendagri Tjahjo menegaskan, Iriawan telah berstatus sipil. Sehingga tidak melanggar aturan meski dia masih berstatus polisi aktif atau belum pensiun.
"Pak Iriawan dimutasikan ke Lemhanas yang strukturnya sama dengan Dirjen. Jadi enggak ada masalah. Toh mau apa, wong Pilkada tinggal seminggu," ucap Tjahjo di Bandung.
Dia mengatakan, tugas Iriawan sebagai penjabat Gubernur Jawa Barat hanya untuk memastikan program strategis infrastruktur dan ekonomi bisa berjalan dengan baik.
"Kalau urusan Pilkara kan sudah ada Kepolisian, KPU, Pemda ya bantu KPU, apa yang dibutuhkan kalau dia kurang," tegasnya.
Sementara itu, ditemui di lokasi yang sama, Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Soemarsono, memandang terpilihnya Iriawan bukan karena profesinya.
"Saya kira Pak Iriawan diangkat sebagai penjabat Gubernur bukan karena profesinya, tapi karena jabatannya sebagai sekretaris Lemhanas. Kuncinya adalah Sestama. Kalau Pak Iriawan di Lemhanas tidak menjabat apa-apa tidak jadi Penjabat Gubernur," jelas pria yang akrab disapa Soni ini.
Bakan menurut pria yang pernah menjabat sebagai Pj Gubernur DKI ini menyebut Iriawan cukup tahu wilayah Jabar. Sehingga kompetensinya tidak perlu diragukan.
"Makanya Pak Kemendagri bersama Pak Lemhanas (Gubernur Lemhanas) kemudian diizinkan. (Iriawan) disamping mengusasi Jabar karena pernah menjadi kapolda, asli orang sini dan orang Jabar tahu sekali. Jadi secara kompetensinya tidak diragukan," pungkasnya.
Â
Sesuai Mekanisme Perundangan
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar, mengatakan, penunjukan hingga pelantikan M Iriawan tersebut sesuai prinsip dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Adapun dalam Pasal 201 Ayat 68 berbunyi: untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dia menerangkan, memang nama M Iriawan sempat menjadi polemik, lantaran dipandang masih berstatus pejabat aktif Mabes Polri. Namun demikian, sudah ada dasar hukumnya.
"Sekarang Komjen Pol Iriawan sudah tidak pada posisi menjabat lagi di struktural Mabes Polri, sekarang statusnya di lembaga Lemhanas, pejabat eselon 1, sestama Lemhanas, setara Dirjen, Sekjen dan sesuai Keppres," ungkap Bahtiar.
Dia mengatakan, Mendagri melantik penjabat gubernur Jawa Barat hingga adanya gubernur baru terpilih dalam Pilkada 2018.
"Mendagri melantik sebagai Penjabat Gubernur Jabar sampai pelantikan resmi Gubernur Jabar terpilih hasil Pilkada serentak," Bahtiar memungkasi.
Â
Advertisement
Sepakat Batal
Polemik rencana pemerintah untuk menjadikan Iriawan menjadi Penjabat Gubernur Jabar mencuat awal 2018. Iriawan saat itu menjabat sebagai Asisten Operasi Kapolri dan berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen).
Tidak hanya Iriawan, Kadiv Propam Polri Irjen Martuani Sormin juga turut menjadi kandidat menjadi Penjabat Gubernur Sumatera Utara (Sumut). Namun, wacana tersebut rupanya membuat gaduh. Sebagian pihak tidak setuju dengan rencana tersebut mengingat kedua provinsi akan menghadapi Pilkada Serentak 2018. Tudingan terkait ancaman netralitas pun mencuat.
Karena wacana tersebut membuat gaduh, akhirnya pemerintah dalam hal ini Menkopolhukam Wiranto dan Kapolri Tito Karnavian, membatalkan kedua nama itu untuk posisi penjabat gubernur.
"Kalau ada kebijakan menimbulkan reaksi masyarakat, didengarkan dan dilaksanakan. Maka untuk Jawa Barat dan Sumatera Utara sudah dipertimbangkan, akan ada kebijakan lain nanti," kata Wiranto di Hotel Sahid, Jakarta, Selasa (20/2/2018).
Beberapa hari dari pernyataan itu, Wiranto dan Kapolri sepakat untuk tidak meneruskan rencana pengankatan penjabat gubernur dari jenderal polisi.
"Untuk Jabar dan Sumut setelah saya koordinasikan dengan Kapolri dan kami evaluasi hasilnya perlu perubahan. Nama kedua pati (perwira tinggi) Polri sebagai Pj tidak lagi valid," ujarnya. kata Wiranto lewat keterangan tertulis, Jumat (23/2/2018).
Â
Mempertanyakan Pemerintah
Polemik penunjukan dan pelantikan Komjen M Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jabar berlanjut. Politikus Gerindra Fadli Zon mempertanyakan komitmen pemerintah yang sebelumnya mencabut rencana menempati jenderal polisi sebagai penjabat gubernur.
"Rencana pelantikan Komjen M Iriawan sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat oleh Menteri Dalam Negeri hari ini, Senin, 18 Juni 2018, menjatuhkan kredibilitas pemerintah," kata Fadli dalam akun Twitter-nya, Senin (18/6/2018).
Fadli mengatakan, usulan pengangkatan Pj Gubernur dari Polri ini sebenarnya sudah menjadi kontrovesi sejak Januari sampai dengan Februari 2018. Akan tetapi, akhirnya pemerintah memutuskan untuk mengkaji ulang usulan tersebut.
"Menanggapi kritik masyarakat, saat itu pemerintah, baik @Kemendagri_RI, Polri, dan kemudian Menko Polhukam pada 20 Februari 2018 akhirnya menyatakan usulan tersebut telah ditarik oleh pemerintah," ungkapnya.
Namun, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini kecewa, pemerintah malah melantik anggota Polri untuk jadi PJ Gubernur. Dia menunding pemerintah telah melakukan pembohongan publik karena melantik perwira aktif seperti Komjen Iriawan.
"Dulu Presiden menyebut usulan ini hanyalah isu. Mendagri dan Kapolri juga telah menarik kembali usulan tersebut. Menko Polhukam bahkan telah mengklarifikasi tegas pembatalan usulan tersebut," ujarnya.
Fadli membeberkan tiga persoalan dari dilantiknya Komjen Iriawan. Selain memengaruhi kredibilitas pemerintah, pelantikan ini juga menimbulkan pertanyaan pada independensi Polri dan spekulasi motif yang direncanakan pemerintah.
Sementara itu, Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, pihaknya menghormati keputusan Kemendagri melantik Komjen Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat.
Apalagi penetapan tersebut merupakan domain dari pemerintah. Sehingga, lanjut dia, keputusan tersebut harus berdasarkan pada perundang-undangan yang berlaku.
"Keputusan sudah diputuskan presiden untuk menetapkan Pak Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat," kata Ace saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Senin (18/6/2018).
Karena hal itu, dia meminta kepada mantan Kepolda Metro Jaya tersebut untuk tetap menjaga netralitas dalam menjalankan tugasnya. Sebab, Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018.
"Kami ingatkan agar Pak Iriawan menjaga netralitas dalam menjalankan tugas sebagai Gubernur Jawa Barat," ucapnya.
Tak hanya itu, Ace menyebut bila Iriawan lalai, hal itu akan berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian dan pemerintah.
"Jika tidak netral, tidak hanya kepercayaan masyarakat terhadap Kepolisian yang akan hilang, tapi juga pemerintah juga akan rusak di mata publik," jelas Ace.
Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hendrawan Supratikno mengaku tidak mempersoalkan siapa yang akan dilantik sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat.
"Jujur saja, kami tidak mengurus urusan yang menjadi tupoksi dan kewenangan lembaga lain. Silakan saja dilantik," kata Hendrawan saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Minggu (18/6/2018).
Menurut dia, hal yang terpenting adalah figur tersebut berkompeten, amanah, dan memiliki integritas tinggi. Sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
"Yang penting bagi kami, figur-figur yang dilantik adalah figur yang amanah, kompeten," jelas dia.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement