Sukses

Jika Ditolak, KPU Sahkan Sendiri Larangan Eks Napi Korupsi Jadi Caleg

Namun, KPU tetap akan terus berupaya pengundangan PKPU seperti biasa, yaitu lewat Kemenkumham.

Liputan6.com, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menyatakan, lembaganya akan memberlakukan otomatis Peraturan KPU (PKPU) pencalonan legislatif yang memuat larangan eks narapidana korupsi menjadi caleg, jika Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tetap menolak melegalisirnya.

"Ya tentu saja," ucap Ilham, kepada wartawan, Selasa (19/6/2018). 

Namun, KPU tetap akan terus berupaya pengundangan PKPU seperti biasa, yaitu lewat Kemenkumham.

"Kami lakukan melegalisir seluruh PKPU kami kepada Kemenkumham. Proses itu tetap kami lakukan," ujarnya.

KPU akan menyurati Kemenkumham sebagai balasan atas surat Kemenkumham yang menyatakan menolak dan mengembalikan PKPU tersebut.

"Ya tanggal 21 nanti kita akan buat suratnya, kita memastikan bahwa sampai sejauh mana sudah PKPU kita. Kita lihat bagainana reaksi lagi dari Kemenkumham," kata Ilham.

Jika nantinya Kemenkumham tetap menolak, maka, KPU akan memberlakukan aturan tersebut secara mandiri.

"Tapi jika kemudian Kemenkumham menolak, kami akan melakukan memberlakukan PKPU itu secara otomatis, kemudian kita anggap bahwa PKPU itu berlaku secara otomatis ketika ditandangani oleh Ketua KPU," imbuhnya.

2 dari 2 halaman

Bisa Undangkan PKPU

Pakar Hukum Tata Negara, Jimly Asshiddiqie megatakan bahwa, KPU memang dapat mengundangkan PKPU sendiri. Dia pun menyarankan agar pemerintah tidak menghalangi proses pengundangan. Jika memang menolak, dapat mendorong dilakukannya uji materi ke Mahkamah Agung (MA).

"Saran saya, pemerintah uji materi ke Mahkamah Agung daripada menghalangi proses administrasinya," ucap Jimly, Sabtu 16 Juni 2018.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly meminta KPU untuk mengubah konten PKPU terkait larangan narapidana korupsi menjadi calon anggota legislatif. Lantaran, aturan tersebut dinilai bertentangan dengan undang-undang pemilu dan tidak sejalan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Iya. Jadi yang bisa menghilangkan hak adalah UU, keputusan pengadilan. Jadi nanti jangan paksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan UU," ucap Yasonna.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Â