Sukses

Fredrich Yunadi Bakal Beberkan Pemalsuan Jaksa KPK dalam Pleidoinya

Terdakwa perkara perintangan penyidikan kasus e-KTP, Fredrich Yunadi, bakal membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa perkara perintangan penyidikan kasus e-KTP, Fredrich Yunadi, bakal membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Pada nota pembelaan setebal hampir 2 ribu lembar halaman itu, dia menuliskan dugaan pemalsuan yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum KPK.

Tidak hanya menyinggung jaksa, mantan kuasa hukum Setya Novanto itu juga menyebut ada kongkalikong antara jaksa dengan Bimanesh Sutarjo, dokter spesialis penyakit dalam dan hipertensi, sekaligus terdakwa pada kasus yang sama dengan Fredrich.

"Ada fakta sidang kita analisis yuridis. Nanti itu yang akan kita fokuskan, terus kemudian kami buktikan di mana ada pemalsuan-pemalsuan dilakukan oleh jaksa penuntut umum. Dia (Bimanesh Sutarjo) kan dalam hal ini sudah dibeli pihak jaksa," ujar Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (22/6/2018).

Selain membeberkan adanya dugaan pemalsuan oleh jaksa penuntut umum, dia juga menuangkan segala transkrip selama proses persidangan berjalan.

Menurut dia, hal itu penting dilakukan sebagai pembuktian sekaligus pembelaan terhadapnya dari perkara perintangan penyidikan kasus korupsi tersebut.

"Kita seperti main film pakai transkrip, jadi tidak ada rekayasa sama sekali. Tetapi yang dari penuntut umum itu mereka itu bikin pendapat jadi yang tidak ada ditambah tambahin jadi disini saya bilang di halaman ini dipalsukan di halaman ini dipalsukan," kata Fredrich Yunadi.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Dakwaan dan Tuntutan

Fredrich Yunadi didakwa melakukan upaya perintangan penyidikan Setya Novanto dengan status tersangka korupsi proyek e-KTP saat itu. Pengacara viral atas pernyataan bakpaunya itu disebut memesan kamar sesaat sebelum kecelakaan Setya Novanto terjadi.

Ia didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Selama persidangan, Fredrich menunjukan sikap tak kooperatif. Saling lempar argumen antara jaksa, hakim, dan Fredrich kerap mewarnai jalannya sidang. Beberapa kali palu majelis hakim diketok melerai perdebatan antara jaksa dan Fredrich.

Jaksa penuntut umum pada KPK kerap merasa keberatan atas ulah mantan kuasa hukum Setya Novanto itu, semisal penggunaan kata "situ" atau "you" kepada saksi ataupun jaksa.

Puncaknya, jaksa menuntut Fredrich pidana penjara 12 tahun denda Rp 600 juta atau subsider 6 bulan kurungan. Tidak ada keadaan yang meringankan dalam tuntutan yang dibacakan pada Kamis, 31 Mei 2018.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com