Sukses

Jelang Vonis, Fredrich Yunadi Pasrah

Terdakwa perkara perintangan penyidikan kasus e-KTP Fredrich Yunadi akan menghadapi vonis majelis hakim hari ini.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa perkara perintangan penyidikan kasus e-KTP Fredrich Yunadi pasrah atas vonis yang akan diputuskan majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Dia berharap, majelis hakim yang diketuai Saifuddin Zuhri itu memberikan putusan adil.

Sebelum sidang dimulai, Fredrich mengaku tidak memiliki harapan apapun saat ini. Sebab, dia meyakini ada dugaan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam perkaranya.

"Ya kita tidak bisa mengharapkan apa-apa karena kalau lihat sistem sudah diset kelihatan sesuatu kalau kita bilang KKN," ujar Fredrich Yunadi sesaat sebelum sidang dimulai, Jakarta Pusat, Kamis (28/6).

Sidang perkara yang menyeret Fredrich Yunadi berlangsung cukup alot sejak pembacaan surat dakwaan hingga tuntutan. Pengacara yang sempat viral atas pernyataan bakpao itu menentang sejak awal dakwaan jaksa penuntut umum pada KPK yakni melakukan perintangan penyidikan Setya Novanto dalam perkara korupsi proyek e-KTP.

Fredrich Yunadi melakukan upaya perintangan di antaranya memesan kamar inap rumah sakit Medika Permata Hijau, sebelum kecelakaan mobil Setya Novanto terjadi, Kamis 16 November 2018. Padahal, mantan Ketua DPR itu harus memenuhi panggilan penyidik KPK atas kasus korupsi e-KTP.

 

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Tak Kooperatif hingga Tuntutan 12 Tahun Penjara

Selama di rumah sakit Medika Permata Hijau, Fredrich juga bertindak tidak kooperatif dengan mengusir tim satuan tugas KPK. Sementara sikap berbeda diberikan Fredrich terhadap kumpulan orang diduga simpatisan Novanto.

Ia pun akhirnya dituntut jaksa telah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan hukuman 12 tahun penjara.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com