Liputan6.com, Mataram: Untuk memperjuangkan kebijakan khusus bagi pengembangan pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI), lima provinsi di kawasan itu, seperti Nusatenggara Barat, Nusatenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua menggelar Forum Koordinasi Regional di Mataram, baru-baru ini. Dalam pertemuan tersebut, kelima provinsi ini banyak menyampaikan kritikan terhadap pemerintah pusat yang dinilai telah bersikap diskriminatif terhadap wilayah mereka. Akibatnya, segala potensi yang ada di kawasan tersebut tak dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat setempat.
Kritikan lain juga dilontarkan daerah peserta. Misalnya, Gubernur NTT Piet A. Talo yang menilai pemerintah kurang peduli dalam persoalan kebijakan batas wilayah. Padahal saat ini, NTT dijepit dua negara asing, Republik Demokratik Timur Leste dan perairan Australia. Harapan lain juga dilontarkan Gubernur Papua Jaap Salossa yang berharap pemerintah pusat menambah jumlah wilayah Kawasan Perekonomian dan Industri Terpadu (Kapet) di daerah tersebut [baca: Pemerintah Didesak Segera Membangun Kapet di KTI]. Sedangkan Gubernur NTB Harun Alrasyid berharap lima propinsi ini mampu menuangkan strategi bersama dalam upaya pengembangan kawasan timur.
Menanggapi keluhan tersebut, Menteri Percepatan Pembangunan KTI Manuel Kaisiepo yang juga hadir dalam acara ini menjelaskan, perlu adanya keberpihakan pemerintah bagi pembangunan Indonesia Timur. Sebab, masa depan negara ini terletak di wilayah Indonesia Timur. Itulah sebabnya, pertemuan ini dapat menghasilkan sebuah rekomendasi bersama yang dapat dituangkan menjadi sebuah keputusan presiden yang dapat menjadi acuan bersama dalam pembangunan wilayah ini.
Sekadar diketahui, pemerintah masih membahas percepatan pembangunan 11 kapet di KTI untuk meningkatkan peran daerah di masa mendatang. Itulah sebabnya, pemerintah akan menyederhanakan prosedur perizinan, insentif fiskal dan nonfiskal, sarana, hingga prasarana [baca: Pengembangan Wilayah Indonesia Timur Dibahas]. Selanjutnya, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 29,8 miliar untuk operasional Kapet.(ORS/Adhar Hakim)
Kritikan lain juga dilontarkan daerah peserta. Misalnya, Gubernur NTT Piet A. Talo yang menilai pemerintah kurang peduli dalam persoalan kebijakan batas wilayah. Padahal saat ini, NTT dijepit dua negara asing, Republik Demokratik Timur Leste dan perairan Australia. Harapan lain juga dilontarkan Gubernur Papua Jaap Salossa yang berharap pemerintah pusat menambah jumlah wilayah Kawasan Perekonomian dan Industri Terpadu (Kapet) di daerah tersebut [baca: Pemerintah Didesak Segera Membangun Kapet di KTI]. Sedangkan Gubernur NTB Harun Alrasyid berharap lima propinsi ini mampu menuangkan strategi bersama dalam upaya pengembangan kawasan timur.
Menanggapi keluhan tersebut, Menteri Percepatan Pembangunan KTI Manuel Kaisiepo yang juga hadir dalam acara ini menjelaskan, perlu adanya keberpihakan pemerintah bagi pembangunan Indonesia Timur. Sebab, masa depan negara ini terletak di wilayah Indonesia Timur. Itulah sebabnya, pertemuan ini dapat menghasilkan sebuah rekomendasi bersama yang dapat dituangkan menjadi sebuah keputusan presiden yang dapat menjadi acuan bersama dalam pembangunan wilayah ini.
Sekadar diketahui, pemerintah masih membahas percepatan pembangunan 11 kapet di KTI untuk meningkatkan peran daerah di masa mendatang. Itulah sebabnya, pemerintah akan menyederhanakan prosedur perizinan, insentif fiskal dan nonfiskal, sarana, hingga prasarana [baca: Pengembangan Wilayah Indonesia Timur Dibahas]. Selanjutnya, pemerintah menganggarkan dana sebesar Rp 29,8 miliar untuk operasional Kapet.(ORS/Adhar Hakim)