Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui penyidiknya terhambat dalam menangani kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AgustaWestland (Heli AW-101). Salah satu yang membuat penyidik terhambat lantaran kesulitan memeriksa saksi-saksi yang diduga mengetahui pengadaan Heli AW-101.
"Penyidik KPK terhambat menangani kasus ini karena kesulitan memeriksa saksi-saksi yang mengetahui peristiwa pengadaan heli tersebut, dan juga audit BPK yang belum selesai," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (3/7/2018).
Baca Juga
Dalam kasus ini, KPK sempat memeriksa mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna pada 6 Juni 218. Agus yang memenuhi panggilan penyidik KPK mengaku menjelaskan proses pengadaan Helikopter AW 101 di TNI.
Advertisement
Usai diperiksa, Agus mengaku dirinya tak ingin membuat gaduh kasus ini. Namun lantaran dirinya seolah disudutkan dengan pemberitaan, akhirnya Agus membeberkan adanya kesalahan dari pihak lain.
"AW 101 ini harusnya teman-teman juga tahu, coba tanya kepada yang membuat masalah ini, tahu enggak UU APBN. Tahu enggak mekanisme anggaran APBN itu seperti apa. Kalau tahu tidak mungkin melakukan hal ini," kata Agus di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 6 Juni 2018.
"Yang kedua, tahu enggak Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 17 Tahun 2011. Kalau tahu tidak mungkin juga melakukan ini. Dan ada juga Peraturan Panglima Nomor 23, itu peraturan Panglima loh, nomor 23 Tahun 2012. Kalau memang betul tahu, tidak mungkin juga melakukan hal ini," Agus menambahkan.
Sayang, Agus tak menjelaskan siapa pihak yang dia sebut sebagai yang bermasalah. Namun kuasa hukum Agus, Teguh Samudra mengisyaratkan pihak bermasalah itu adalah mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo.
"Musti sudah tahu kan, pertama kali yang beritakan ini, dan umumkan di KPK ada tindak pidana korupsi siapa? Kan mantan panglima. Padahal ada aturan Panglima sendiri," kata Teguh.
Â
Kerja Sama dengan POM TNI
Dalam kasus pengadaan Heli AW-101 KPK bekerja sama POM TNI mengungkap kasus tersebut. POM TNI menetapkan lima tersangka, yakni Marsma TNI FA, Letkol WW, Pelda S, Kolonel Kal FTS, dan Marsda SB.
KPK sendiri menetapkan satu orang, yakni pemilik PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh. Dalam proses lelang proyek tersebut, Irfan diduga mengikutsertakan dua perusahaan miliknya, PT Diratama Jaya Mandiri dan PT Karya Cipta Gemilang. Hal tersebut terjadi pada April 2016 lalu.
Sebelum proses lelang, Irfan diduga sudah menandatangani kontrak dengan AWsebagai produsen helikopter dengan nilai kontrak USD 39,3 juta atau sekitar Rp 514 miliar. Saat PT Diratama Jaya Mandiri memenangkan proses lelang pada Juli 2016, Irfan menandatangani kontrak dengan TNI AU senilai Rp 738 miliar.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement