Liputan6.com, Jakarta - Partai Nasdem mengklaim sebagai partai politik paling banyak memenangkan Pilkada serentak 2018. Berdasarkan hasil hitung cepat lembaga survei, NasDem memenangkan 11 dari 17 Provinsi menggelar Pilkada serentak.
Klaim besar-besaran Nasdem lewat jejaring media yang berafiliasi dengannya dinilai tidak mengherankan. Terlebih jika melihat elektabilitas partai besutan Surya Paloh yang belakangan jeblok.
"Survei Litbang Kompas April 2018 menunjukkan elektabilitas Nasdem hanya 2,5 persen atau di bawah ambang batas parlemen 4 persen. Jadi wajar klaim kemenangan di pilkada dipublikasikan besar-besaran agar mempengaruhi pemilih," kata Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (2/7/2018).
Advertisement
Pangi menjelaskan, memang banyak faktor yang memengaruhi keterpilihan pasangan calon (paslon) dalam Pilkada. Misalnya branding, isu dan program, mesin parpol dan figur.
"Tapi kebanyakan itu utamanya karena figur," ujarnya.
Secara khusus, Pangi menyoroti sejumlah parpol menengah seperti NasDem, yang langsung mengklaim kemenangan paslon yang diusung. Meski yang terpilih itu menurut hasil hitung cepat bukanlah kadernya.
"Problemnya parpol papan tengah ini sudah main klaim langsung saja kalau menang. Oke, ada parpol yang kerja, tapi figur dominan lebih kuat," kata Pangi.
"Yang berbahaya, parpol papan tengah hanya disewa perahunya oleh calon yang populis. Jadi itu bukan prestasi parpol tengah," ujarnya.
Jika kemenangan dilihat dari banyaknya kader yang menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah, kata Pangi, parpol-parpol papan atas seperti PDIP dan Golkar masih berada di posisi teratas.
"Parpol atas seperti PDIP dan Golkar dibilang seakan sudah keok karena paslon yang didukung tidak banyak menang, itu kurang tepat. Karena yang harusnya dilihat, yang terpilih itu kader partai mana?" ujarnya.
Pangi secara khusus menyoroti paslon yang diklaim parpol menengah di sejumlah pilkada provinsi.
"Apa kader yang menang itu sudah mereka Nasdem-kan? Atau Hanura-kan? Misal di Sumut, Edy dan Musa itu bukan parpol siapapun. Begitupun di Jatim, Khofifah tak bisa diklaim kader NasDem atau Demokrat. Begitupun di Jabar, RK tak bisa diklaim Nasdem, Hanura, atau PKB," kata dia.
Â
Target Kemenangan
Pangi melanjutkan, hal yang berbeda tentunya terjadi di Pilgub Jateng yang dimenangkan oleh Ganjar Pranowo dan Taj Yasin. "Ganjar memang PDIP. Itu konkret. Jadi parpol papan tengah dan bawah jangan jumawa," tandasnya.
Diketahui, Partai Nasdem memenangkan 11 provinsi dari 17 provinsi yang menggelar Pilkada versi hitung cepat sejumlah lembaga survei. Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengatakan pencapaian ini melampaui target yang telah ditentukan oleh DPP.
Paloh mengatakan awalnya DPP Partai Nasdem hanya menargetkan menang di 10 provinsi. Pasangan cagub-cawagub yang diusung NasDem menang di Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, NTT, Sulawesi Tenggara, Papua, dan Maluku.
"Menang di 11 provinsi. Tercapai (target), melebihi sedikit. Tadinya 10 cukup (target awal)," ujar Surya Paloh usai mengikuti hasil perhitungan cepat sejumlah lembaga survei di Kantor DPP Partai NasDem, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (27/6/2018).
Paloh menuturkan, Pilkada merupakan proses perjalanan kehidupan demokrasi bangsa Indonesia. Partainya telah mengikuti tiga kali Pilkada. Saat Pilkada pertama, Nasdem berada di urutan kedua.
"Pilkada pertama Nasdem bahkan amat bersyukur. Posisinya di rekapitulasi KPU, dari 10 partai politik yang ada di parlemen, NasDem keluar sebagai pemenang nomor dua. Itu hal yang cukup patut disyukuri," ujarnya.
Reporter:Â Muhamad Agil Aliansyah
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement