Liputan6.com, Jakarta Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menemui Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Bogor. Pertemuan dilakukan untuk membahas soal Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Presiden telah mengalokasikan waktu sekitar pukul 14.00 WIB ini," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (4/7/2018).
Baca Juga
Menurut Febri, pertemuan ini merupakan keinginan dari pihak lembaga antirasuah untuk menyampaikan keberatan terkait UU Tipikor dalam RKUHP yang sedang dibahas.
Advertisement
Pihak KPK sendiri dalam beberapa kesempatan kerap menolak masuknya delik korupsi dalam RKUHP. KPK khawatir masuknya delik korupsi dalam RKUHP akan melemahkan pemberantasan korupsi.
"KPK berharap pertemuan siang ini akan memberikan titik terang bagaimana nasib pemberantasan korupsi ke depan," kata Febri.
Sebelumnya, KPK siap menjelaskan sikapnya terkait dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. KPK akan menyampaikan kritik terkait keberadaan RUU tersebut.
"KPK mempersiapkan penjelasan yang lebih solid terkait RUU KUHP tersebut. Kami memandang, selain dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, RUU KUHP juga sangat berisiko bagi kerja KPK ke depan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (20/6/2018).
Waktu Khusus untuk KPK
Pada 8 Juni 2018 lalu, Presiden Jokowi menyatakan setelah perayaan Idul Fitri, akan menyiapkan waktu khusus bagi KPK untuk membicarakan soal RKUHP, khususnya karena sejumlah pasal tindak pidana korupsi (Tipikor) masuk ke RKUHP.
"Perlu diingat, keberadaan UU Tipikor dan UU KPK yang sudah jelas saat ini pun masih terus diuji dan dicari celahnya di pengadilan, apalagi dengan adanya RUU KUHP yang sejak awal sudah terbaca sangat berisiko melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi," tambah Febri seperti dikutip Antara.
Dia berharap bila tujuan pemerintah adalah melakukan kodifikasi perundangan-undangan di Indonesia, jangan sampai pemberantasan korupsi dikorbankan.
"Jika ada sebuah obsesi kodifikasi, janganlah sampai pemberantasan korupsi jadi korban. Belajar dari banyak negara, kodifikasi bukanlah harga mati, kodifikasi tetap tergantung kepada kebijakan sebuah negara dalam penyusunan aturan hukum," ungkap Febri.
Menurut dia, KPK juga membaca pendapat dan sikap dari sejumlah ahli hukum dari berbagai perguruan tinggi.
"Terbaca jelas, jaminan pemerintah bahwa tidak ada pelemahan terhadap pemberantasan korupsi tidak cukup meyakinkan banyak pihak, bukan hanya KPK," ungkap Febri.
Selanjutnya KPK akan menunggu waktu pertemuan yang dijanjikan Presiden tersebut untuk bisa menyampaikan pemikiran tentang RKUHP.
"Semoga setelah Idul Fitri ini, kita bisa lebih tenang dan jernih membaca masalah yang ada. Hati kita semua dibukakan untuk lebih serius dan sungguh-sungguh memberantas korupsi, tanpa kepura-puraaan, tanpa konflik kepentingan," tegas Febri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement