Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi. Keduanya terjerat kasus dugaan suap dana Otonomi Khusus (Otsus) Provinsi Aceh tahun 2018.
Kasudit Pemerintah Aceh, DKI Jakarta, dan DI Yogyakarta di Kemendagri, Raden Sartono, mengatakan, kurangnya kontrol pengawasan dalam sentralisasi dana Otonomi Khusus (Otsus) di Aceh menjadi salah satu penyebab terjadinya korupsi di kota Serambi Mekah tersebut.
"Nah peluang yang kemungkinan terjadi kenapa jadi sebuah penyimpangan tentu ini menjadi karena adanya sentralisasi di provinsi," ungkap Sartono, dalam Kemendagri Media Forum, di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Jumat (6/7/2018).
Advertisement
Dia mencontohkan dengan adanya perubahan kewenangan proporsi yang lebih besar dari alokasi dana Otsus pada tahun 2013 dinilai kurang terawasi. Kewenangan itu hadir lewat Qanun Nomor 2 Tahun 2013 yang mengamanatkan pengelolaan dana otsus 60 persen provinsi dan 40 persen kabupaten.
"Qanun 2008 ini dikondisikan di dalam perjalannya ini, kemudian tahun 2013 direvisi. Ada kelebihan dan kekurangan ketika pelaksanaan kabupaten/kota itu ditransfer langsung dari pusat, di dalam pelaksanaan kurang kontrol, ini juga dinamikanya," imbuh Raden.
Mendagri Tunjuk Plt
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo telah mendapatkan surat dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk status Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Bupati Bener Meriah Ahmadi. Ia pun langsung menunjuk para wakil kepada daerah di wilayah tersebut untuk jadi pelaksana tugas (Plt).
"Sudah (dapat surat dari KPK), Plt-nya Wagub dan wakilnya (bupati). Sudah dikirim supaya tidak ada perpanjangan permintaan," ucap Tjahjo di Jakarta, Kamis (5/7/2018) malam.
Dia menuturkan, formalnya hari Senin akan dilakukan di Jakarta. Sementara SK-nya telah dikirim hari ini.
"Tinggal formalnya hari Senin. Senin saya undang, SK-nya sudah dikirim supaya ada apa-apa bisa diproses secepatnya," Tjahjo memungkasi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement