Liputan6.com, Jakarta: Memang lidah tak bertulang. Petikan tembang lawas yang sempat dialunkan Erni Johan itu, agaknya, tepat diarahkan ke salah seorang pengacara Tommy Soeharto: Nudirman Munir. Betapa tidak, baru-baru ini, ia mengatakan bahwa dirinya tak pernah bertemu dengan Tommy, tepatnya, sehari setelah Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan memutuskan pelaksanaan eksekusi, Jumat pekan silam (3/11).
Padahal, dalam Dialog Liputan 6 SCTV yang dipandu Bayu Sutiyono, Senin (6/11), secara terang-terangan dan percaya diri, Nurdiman mengaku bahwa dialah satu-satunya orang yang masih berhubungan dengan Tommy melalui telepon pada Minggu (5/11) malam. Tanpa perlu berpikir keras, terbaca jelas bahwa kalimat pembela terpidana 18 bulan penjara ini saling bertentangan.
Tentu saja, ini menarik. Maklum, tak konsistennya omongan Nurdiman ini bisa saja bakal menjadi perhatian polisi. Soalnya, setelah keberadaan buronan Tommy susah terlacak, polisi segera memanggil Tim Pengacara Tommy sebagai saksi. Penegasan itu dikemukakan Kepala Polri Jenderal Surojo Bimantoro di Bandara Halim Perdanakusumah, Sabtu (11/11) pagi. Dikatakan Kapolri, pemanggilan itu akan dilaksanakan Senin pekan depan.
Polisi agaknya bergerak sigap. Buktinya, Direktur Pidana Umum Polri Brigjen Polisi Alex Bambang Riatmodjo mengakui, polisi telah mengirimkan surat pemanggilan kepada para pembela Tommy. Surat pemanggilan tersebut berkaitan dengan permintaan Jaksa Agung Marzuki Darusman.
Sembilan bulan penjara
Sementera itu, di tempat terpisah, pengamat hukum dari Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo menegaskan, sikap kuasa hukum Tommy yang seolah-olah tak tahu kliennya dinilai telah melanggar kode etik pengacara dan dapat diganjar hukuman penjara sembilan bulan. Hakristuti merasa aneh bila kuasa hukum tak mengetahui keberadaan kliennya. "Ini adalah tindakan yang disengaja dan sudah direncanakan kuasa hukumnya," tegas Harkristuti, mantap.
Ulah Tommy memang melahirkan berbagai komentar tak berkesudahan. Berbagai cara telah digelar, termasuk bekerja sama dengan Interpol untuk menyusur kemungkinan putra bontot penguasa Orde Baru ini kabur ke luar negeri. Tak tanggung-tanggung, beberapa Kepolisian Resor pun sudah menerima tembusan surat permintaan perburuan Tommy. Surat tersebut, rencananya, akan disebar ke masyarakat untuk membantu memberi tahu keberadaan sang buronan.
Sosiolog Sarjono Djatiman menilai, pencarian Tommy yang melibatkan masyarakat menunjukkan ketidakmampuan polisi. Dengan nada risau, ia berkata, "Jangan-jangan, kalau Tommy tertangkap, masyarakat malah membakarnya berramai-ramai." Sarjono mungkin benar. Itu sebabnya, ketimbang hangus dibakar massa, ada baiknya Tommy menyerahkan diri. Di sinilah perlunya bantuan pelbagai pihak, terutama bantuan pengacara Tommy yang pandai memutar lidahnya yang tak bertulang.(YYT/Tim Liputan 6 SCTV)
Padahal, dalam Dialog Liputan 6 SCTV yang dipandu Bayu Sutiyono, Senin (6/11), secara terang-terangan dan percaya diri, Nurdiman mengaku bahwa dialah satu-satunya orang yang masih berhubungan dengan Tommy melalui telepon pada Minggu (5/11) malam. Tanpa perlu berpikir keras, terbaca jelas bahwa kalimat pembela terpidana 18 bulan penjara ini saling bertentangan.
Tentu saja, ini menarik. Maklum, tak konsistennya omongan Nurdiman ini bisa saja bakal menjadi perhatian polisi. Soalnya, setelah keberadaan buronan Tommy susah terlacak, polisi segera memanggil Tim Pengacara Tommy sebagai saksi. Penegasan itu dikemukakan Kepala Polri Jenderal Surojo Bimantoro di Bandara Halim Perdanakusumah, Sabtu (11/11) pagi. Dikatakan Kapolri, pemanggilan itu akan dilaksanakan Senin pekan depan.
Polisi agaknya bergerak sigap. Buktinya, Direktur Pidana Umum Polri Brigjen Polisi Alex Bambang Riatmodjo mengakui, polisi telah mengirimkan surat pemanggilan kepada para pembela Tommy. Surat pemanggilan tersebut berkaitan dengan permintaan Jaksa Agung Marzuki Darusman.
Sembilan bulan penjara
Sementera itu, di tempat terpisah, pengamat hukum dari Universitas Indonesia Harkristuti Harkrisnowo menegaskan, sikap kuasa hukum Tommy yang seolah-olah tak tahu kliennya dinilai telah melanggar kode etik pengacara dan dapat diganjar hukuman penjara sembilan bulan. Hakristuti merasa aneh bila kuasa hukum tak mengetahui keberadaan kliennya. "Ini adalah tindakan yang disengaja dan sudah direncanakan kuasa hukumnya," tegas Harkristuti, mantap.
Ulah Tommy memang melahirkan berbagai komentar tak berkesudahan. Berbagai cara telah digelar, termasuk bekerja sama dengan Interpol untuk menyusur kemungkinan putra bontot penguasa Orde Baru ini kabur ke luar negeri. Tak tanggung-tanggung, beberapa Kepolisian Resor pun sudah menerima tembusan surat permintaan perburuan Tommy. Surat tersebut, rencananya, akan disebar ke masyarakat untuk membantu memberi tahu keberadaan sang buronan.
Sosiolog Sarjono Djatiman menilai, pencarian Tommy yang melibatkan masyarakat menunjukkan ketidakmampuan polisi. Dengan nada risau, ia berkata, "Jangan-jangan, kalau Tommy tertangkap, masyarakat malah membakarnya berramai-ramai." Sarjono mungkin benar. Itu sebabnya, ketimbang hangus dibakar massa, ada baiknya Tommy menyerahkan diri. Di sinilah perlunya bantuan pelbagai pihak, terutama bantuan pengacara Tommy yang pandai memutar lidahnya yang tak bertulang.(YYT/Tim Liputan 6 SCTV)