Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permintaan Mendagri Tjahjo Kumolo untuk mempercepat proses hukum tersangka korupsi yang menang di Pilkada Serentak 2018.
"Proses hukum itu mengacu pada KUHP. Ada tahapan-tahapannya dan ada satu hal yang jauh lebih penting dibanding persoalan cepat atau lambat, yaitu aspek kekuatan bukti. Itulah prioritas utama KPK," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (10/7/2018).
Febri mengatakan, dalam menangani seorang tersangka, penyidik harus berhati-hati. Mulai dari pemeriksaan saksi-saksi hingga pengumpulan bukti-bukti lain yang akan dihadirkan di persidangan.
Advertisement
"Kita harus hati-hati, selain itu juga pertimbangan ketika orang diproses tidak boleh penegak hukumnya asal-asalan di sana. Oleh karea itu, merespon hal tersebut KPK akan lebih konsen terhadap bukti-bukti dalam penanganan perkara," kata Febri.
Lagipula, sejauh ini KPK belum menerima permintaan tersebut secara langsung dari Mendagri. "Belum menerima sampai saat ini," kata dia.
Â
Â
Agar Tak Dilantik
Sebelumnya, Tjahjo Kumolo meminta KPK mempercepat proses hukum calon kepala daerah tersangka korupsi yang memenangi Pilkada 2018. Hal itu, menurut Tjahjo untuk menghindari calon kepala daerah dilantik dalam penjara seperti era Mendagri Gamawan Fauzi.
"UU mengatakan sepanjang kepala daerah yang menang pilkada belum mempunyai hukum tetap, tetap harus dilantik sampi ada kekuatan hukum tetap baik di tingkat pertama, banding atau kasasi. Itu saja," jelas Tjahjo.
Seperti diketahui, pasangan Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo unggul dalam perolehan suara sementara Pilbup Tulungagung. Mereka berhasil meraih 59,97 persen di atas paslon Margiono-Eko Prisdianto yang mengantongi 40,03 persen suara.
Syahri Mulyo sendiri berstatus tersangka kasus dugaan pembangunan peningkatan jalan pada Dinas PUPR kabupaten Tulungagung.
Selain itu, pasangan Ahmad Hidayat Mus dan Rivai Umar juga meraih suara terbanyak di Pilkada Maluku Utara 2018. Meski menang, Hidayat Mus saat ini ditahan KPK karena terjerat kasus dugaan pengadaan fiktif pembebasan lahan Bandara Bobong di Sula. Proyek yang diduga menggunakan dana APBD Kabupaten Kepulauan Sula tahun anggaran 2009.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement