Sukses

Wiranto Minta Konflik Hanura Selesai dengan Hati Nurani

Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto menganjurkan agar konflik dalam tubuh partai diselesaikan dengan musyawarah.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto menganjurkan agar konflik dalam tubuh partai besutannya diselesaikan dengan musyawarah.

"Seperti Partai Hanura sendiri kan masih ada perbedaan pendapat. Saya selaku Ketua Dewan pembina selalu menganjurkan, sudahlah dilakukan dengan musyawarah," kata Wiranto di Hotel JS Luwansa usai acara sarasehan nasional dengan tema Merawat Nasional, Selasa (10/7/2018).

"Partai Hati Nurani itu kan nama hati nurani, kita kelola dengan damai dengan hati yang terbuka dan saling mengasihi," lanjut Wiranto.

Wiranto yang juga Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) ini meminta agar anggota Partai Hanura bisa taat hukum.

"Syarat dengan kebersamaan. Taat hukum, itu merupakan suatu hal yang dilakukan dalam kita sedang tidak cocok dengan yang lain maka kita harus berusaha masuk dalam satu konsep tadi," papar Wiranto.

Konsep bersatu juga kata Wiranto harus dilakukan pada tubuh Hanura. Sebab dengan cara tersebut kata dia bisa mempesatukan partai serta tidak ada konflik kembali.

"Konsep resolusi untuk bersatu. Dengan persatuan itulah kita dapat mencapai hasil baik. Tidak mungkin kita namanya punya cita-cita tapi mengupayakan dengan cara-cara tidak damai. Cara-cara dendam dan benci saya kira tidak akan menghasilkan yang baik," papar Wiranto.

 

2 dari 2 halaman

Struktur Lama

Pemerintah telah memutuskan kepengurusan Partai Hanura kembali ke struktur lama sebelum pecah. Keputusan ini ditandai dengan keluarnya surat dari Menteri Hukum dan HAM dengan Nomor M.HH.AH.11.01/56 tentang Kepengurusan Partai Hati Nurani Rakyat pada (29/6) lalu.

Dalam surat tersebut diputuskan, kepengurusan Partai Hanura kembali ke kepengurusan berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-22.AH.11.01 dengan Ketua Umum Oesman Sapta Odang dan Sekjen Sarifuddin Sudding.

Keputusan Menkum HAM itu keluar dengan mempertimbangkan keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 24/G/2018/PTUN-JKT tanggal 26 Januari 2018 dan 19 Maret 2018.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: