Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) membantah pernyataan pengurus Partai Hanura, bahwa Menko Polhukam Wiranto melakukan intervensi kepada KPU dalam kasus konflik internal Partai Hanura.
Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Jhoni Ginting mengatakan, Rakortas yang diselenggarakan pada 5 Juli 2018 dilakukan dalam rangka implementasi dari tugas dan fungsi Kemenko Polhukam di bidang politik.
"Yaitu melakukan evaluasi penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2018 dan tindak lanjut pasca putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atas gugatan terhadap SK Menkumham Nomor M.HH 01.AH.11.01 tanggal 17 Januari 2018. Rakortas ini juga untuk memastikan agar seluruh kementerian dan lembaga pemerintah terkait dengan penyelenggara Pemilu, mempunyai kesamaan pandangan dan tidak salah tafsir terhadap keputusan PTUN," ucap Jhoni dalam keterangannya, Rabu (11/7/2018).
Advertisement
Dia menuturkan, Rakortas di Kemenko Polhukam dilakukan setelah PTUN menerbitkan Putusan Nomor 24/6/2018 PTUN JKT tanggal 26 Juni 2018, dan bukan diselenggarakan sebelum keputusan PTUN ini.
Dia menyebut Kemenko Polhukam menilai, konfllk internal Partai Hanura memiliki potensi kerawanan keamanan dan dapat menghambat aspirasi politik masyarakat yang pada gilirannya berpengaruh kepada Indeks Demokrasi Indonesia (IDI).
"Oleh sebab itu, perlu diadakan koordinasi dengan pihak pihak terkait setelah KPU menerbitkan surat keputusan," jelas Jhoni.
Karena itu, masih kata dia, tidak ada alasan yang menuduh Menko Polhukam Wiranto melakukan intervensi terhadap keputusan KPU.
"Upaya dan langkah-langkah yang dilakukan oleh Menko Polhukam dan jajarannya semata mata untuk melakukan tugas dan fungsi Kemenko Polhukan sebagaimana yang diamanatkan dalam Perpres No. 43 tahun 2015," ungkapnya.
Jhoni menuturkan, Wiranto bahkan mengimbau agar pihak yang berkonflik mematuhi keputusan hukum, apapun hasilnya.
"Kalaupun kemudian SK Menkumham Nomor M.HH.AH.11.01 56 tanggal 29 Juni 2018 ternyata diubah dengan SK Menkumham Nomor M.HH.AH.11.02 58 tanggal 6 Juli 2018, Kemenko Polhukam tetap meminta semua plhak mematuhinya. Kemenko Polhukam sangat menyesalkan pernyataan dari pengurus Partai Hanura yang intinya menuduh Menko Polhukam telah mengintervensi keputusan KPU melalui rapat pada tanggal 5 Juli 2018," pungkas Jhoni.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tudingan
Sebelumnya, Hanura kubu Oesman Sapta Odang (Oso)-Herry Lontung Siregar, menuding Menko Polhukam Wiranto, telah melakukan pertemuan terlarang dengan Mahkamah Agung dan Ketua PTUN Jakarta. Pertemuan itu diduga untuk mengurusi dualisme kepengurusan di kubu partai Hanura.
"Pertemuan "terlarang" Wiranto dengan pejabat Mahkamah Agung, membuat noda hitam dalam kabinet kerja presiden Jokowi," ucap Wakil Sekjen Bidang Hukum DPP Hanura Petrus Selestinus.
Dia menuturkan, pertemuan yang dimaksud adalah pertemuan Wiranto dengan sejumlah pejabat di kantornya, pekan lalu yang membicarakan masalah Hanura. Menurutnya apa yang dilakukan Ketua Dewan Pembina Partai Hanura itu, menyandera kekuasaan MA.
"Ini jelas melanggar asas penyelenggaraan kekuasaan Kehakiman yang merdeka yang mengancam dengan pidana segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman. Rakortas menko Polhukammerupakan perbuatan melanggar prinsip negara hukum, terlebih-lebih telah menyandera kebebasan hakim dalam memutus perkara Perselisihan Partai Hanura, yang saat ini dalam proses banding," tutur Petrus.
Dia menuturkan, sikap Wiranto tersebut mengandung itikad tidak baik. Karena sudah tahu ada banding. Dan seharusnya membicarakan dengan Oso dan Herry Lontung sebagai yang berhak bertindak mewakili Partai Hanura.
Advertisement