Sukses

Dorodjatun Kuntjoro Batal Bersaksi dalam Sidang Kasus BLBI

Hakim Yanto pun akhirnya mengetuk palu hakim dan meminta agar Dorodjatun Kuntjoro Jakti kembali hadir pada pekan depan, Senin 16 Juli 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti batal memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang kasus korupsi atas penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI oleh Syafruddin Arsyad Temenggung. Penundaan tersebut lantaran Ketua Majelis Hakim Yanto, membatasai waktu sidang dengan alasan adanya agenda di luar kota.

"Karena ada acara jadi kami batasi untuk saat ini kalau bisa sidangnya bisa selesai sebelum jam 16.30, kalau belum selesai terpaksa kita tunda," ujar Yanto sesaat membuka sidang, di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (12/7/2018).

Sedianya ada dua orang saksi yang memberikan keterangan yakni Dorodjatun dan Muhammad Syahrial sebagai mantan Deputi Aset Management Credit pada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Jaksa penuntut umum pada KPK mengusulkan agar keterangan Syahrial didengar lebih dahulu untuk membuktikan adanya permasalahan tagihan utang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang dibebankan ke petambak PT Citra Dipasena.

Usulan jaksa disepakati tim kuasa hukum Syafruddin, Ahmad Yani, yang juga mengusulkan agar keterangan Dorodjatun pada persidangan selanjutnya dibarengi dengan keterangan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Laksamana Sukardi.

"Kami setuju dengan usulan jaksa penuntut umum. Mengingat sidang hari ini terbatas agar Pak Dorojatun juga tidak bolak balik ke sini terus kami usulkan keterangan saksi ini juga dibarengi dengan saksi Laksamana Sukardi karena alurnya nyambung satu sama lain," ujar Yani.

Hakim Yanto pun akhirnya mengetuk palu hakim dan meminta agar Dorodjatun Kuntjoro Jakti kembali hadir pada pekan depan, Senin 16 Juli 2018.

2 dari 2 halaman

Penyebutan Nama Dorodjatun

Nama Dorodjatun dalam kasus ini disebut sebagai turut serta bersama Syafruddin atas penerbitan SKL terhadap BDNI dengan pemegang saham kendali Samsul. Dia disebut menghapus keputusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) yang dibuat oleh Menteri Koordinator Perekonomian sebelumnya, Kwik Kian Gie.

Padahal, dalam keputusan KKSK yang ditandatangi tahun 2000 itu mengatur tentang personal guarantee para obligor dalam menyelesaikan kewajiban mereka mengembalikan uang pinjaman ke negara.

Diketahui saat krisis melanda Indonesia, sejumlah bank mengalami gonjang-ganjing akibat penarikan uang oleh nasabah secara serentak. Agar tidak menimbulkan kerugian berkelanjutan, negara menggelontorkan BLBI kepada sejumlah obligor dengan total keseluruhan Rp 144 triliun, BDNI termasuk di dalamnya.

Seiring berjalannya waktu BDNI dengan kepemilikan saham terbesar adalah Sjamsul Nursalim dianggap misrepresentatif karena membebankan piutang ke petani tambak PT Dipasena, Darmaja dan PT Wachyuni Mandira yang tidak mampu menyelesaikan kewajiban utang.

Sjamsul pun diwajibkan bertanggung jawab membayar Rp 4,58 triliun sebagaimana aset yang dilimpahkan BDNI ke perusahaan tambak tersebut. Namun, belum selesai Sjamsul menyelesaikan kewajibannya, Syafruddin menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap BDNI.

Ia pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: