Liputan6.com, Jakarta - Berobat ke dokter biasanya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bahkan terkadang harus merogoh kocek yang dalam untuk bisa menemui dokter.
Hal ini sangat jauh berbeda dengan apa yang dilakukan dokter Yusuf Nugraha. Membuka Klinik Harapan Sehat di kawasan Cianjur, Jawa Barat, dokter Yusuf justru menggratiskan setiap pasiennya yang tidak mampu untuk berobat.
Baca Juga
Sebagai gantinya, pasien itu cukup membayarnya dengan memberikan 10 botol plastik atau mengaji 1 juz Al Quran.
Advertisement
“Kita buat program bagaimana kalau kita kumpulkan 10 botol plastik bisa ditukar dengan voucher berobat gratis. Kemudian selain itu kita buat program juga mengaji 1 juz, dengan mengaji 1 juz bisa berobat gratis di Klinik Harapan Sehat,” ujar Yusuf ketika berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Selasa 3 Juli 2018.
Tak mulus, Yusuf pernah mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya. Ia bercerita, saat usia 5 tahun, kedua orangtuanya bercerai. Keadaan ekonominya kala itu diakuinya serba pas-pasan.
Hal yang ditakuti Yusuf saat itu adalah jika sakit. Karena menurutnya, bukan hanya penyakit yang menjadi pikirannya, tetapi juga biaya berobat. Dari situ, Yusuf kecil pun bercita-cita menjadi dokter.
Hari demi hari, ia akhirnya berhasil masuk Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani Cimahi, Bandung, Jawa Barat. Namun, biaya kuliah untuk mulai masuk kuliah saat itu menjadi beban pikirannya.
“Untuk masuk ke kedokteran pun saya enggak punya biaya, untuk bisa membayar uang muka masuk ke kedokteran. Akhirnya, keluarga saya berunding, akhirnya rumah yang saya tempatin digadaikan untuk masuk ke kedokteran,” cerita Yusuf.
Singkat cerita, Yusuf berhasil mewujudkan cita-citanya menjadi dokter pada 2007 silam. Ia memulai praktiknya kala itu ke Sumba Timur. Setahun jauh dari keluarga, Yusuf kembali ke kampung halamannya, Cianjur.
Mengingat kisah masa kecilnya yang hidup cukup sulit, Yusuf pun berfikir untuk menggratiskan semua biaya berobat masyarakat tidak mampu. Karena ia sadar, warga sekitarnya keadaan ekonominya tidak cukup baik.
Dengan modal Rp 730 ribu, Yusuf membuka Klinik Harapan Sehat. Setahun berjalan dari 2008 hingga 2009, kliniknya sepi. Padahal, ia sudah menggratiskan biaya berobat karena dirinya sadar betul keadaan ekonomi masyarakat sekitarnya tidak mampu.
Hingga pada satu waktu, ada seorang pasien yang datang berobat ke kliniknya. Yusuf melihat jika bapak tersebut adalah orang yang tidak mampu. Usai berobat, si bapak mengeluarkan uang Rp 10 ribu. Otomatis Yusuf menolak.
“Saya ceritakan pengalaman saya (ke istri) kalau ada pasien yang dateng dan saya lihat sih memang tidak mampu, kemudian dia ngeluarin uang Rp 10 ribu ya waktu itu, lalu saya bilang ‘pak udah enggak usah bayar disini, ini buat yang tidak mampu gratis, uangnya buat bapak,’,” kata Yusuf.
Terkejut, Yusuf justru mendapat jawaban yang ‘menohok’. Pasien tersebut tetap memaksa dirinya untuk mengambil uang berobat.
“Akhirnya pasien tersebut bilang, ‘oh enggak dok, saya sudah lama mengumpulkan uang ini, kemudian saya mau bayar’,” ucapnya.
Dari situ, Yusuf belajar kalau ingin memberikan sesuatu kepada orang, jangan sampai menjatuhkan harga diri dan martabat orang tersebut. Ia pun memutuskan, jika ingin memberi sesuatu itu harus dengan seni, termasuk menggratiskan biaya berobat.
Yusuf akhirnya sepakat dengan sang istri, Dewi Kartikasari. Keduanya mengkolaborasikan antara memberi dengan persoalan lingkungan hidup. Beruntung, Dewi memiliki concern terhadap dunia sosial dan masalah lingkungan hidup.
“Kita kolaborasikan, antara memberi dengan lingkungan hidup. Nah kebetulan di situ kita berfikir bahwa saat ini masalah di Indonesia itu masalah lingkungan hidup khususnya sampah plastik. Kan kita tahu botol plastik untuk hancur itu butuh 450 tahun dan itu sangat merusak sekali untuk lingkungan hidup,” papar dokter Yusuf.
Mengolah Botol Plastik Bekas
Yusuf mengatakan, pasiennya hanya perlu membayar biaya berobat dengan memberikan 10 botol plastik atau mengaju 1 juz Al Quran. Meski, ia menegaskan tanpa kedua hal tersebut mereka tetap bisa berobat gratis.
“Hanya saja kita harus memberi mereka dengan seni untuk memberi,” tutur Yusuf.
Melihat hal tersebut, ia merasa dirinya bisa mengkolaborasikan satu program tapi dengan banyak manfaat. Salah satunya adalah botol bekas yang diberikan oleh pasien.
Tidak dibuang, Yusuf justru mengumpulkan botol bekas tersebut dengan sistem 3R, yakni reuse, rebuse, dan recycle. Ia pun membuat komunitas yang bernama Gerakan Bagi Senyum Ibu Pertiwi.
Dalam komunitas ini, dijelaskannya, arti reuse yang sesungguhnya, yaitu mengolah kembali agar bisa memiliki daya ekonomi.
“Botol-botol bekas itu dibuat kerajinan oleh ibu-ibu, kemudian kerajinan itu bisa bernilai ekonomi dan itu diberikan untuk mereka, untuk menambah penghasilan mereka. Jadi bukan untuk saya, jadi untuk pemberdayaan masyarakat disitu,” terangnya.
Kemudian untuk rebuse, Yusuf menggalakkan atau mengkampanyekan tentang bahaya sampah plastik bekas atau botol plastik bekas. Ia tak ragu masuk ke SMA-SMA untuk mengkampanyekan bahaya global warming.
Mengingat Yusuf belum memiliki alat daur ulang, ia tak kehabisan akal. Botol-botol bekas yang tidak dapat digunakan lagi, dijual dan hasilnya didonasikan kepada para gelandangan, pengemis, dan pemulung jalanan.
Donasi tersebut berupa pengobatan gratis yang dilakukan oleh Yusuf. Ia rela berkeliling untuk mengobati para gelandangan, pengemis, dan pemulung jalanan.
Tak berhenti sampai di situ, Kampung Sehat sudah berhasil didirikan Yusuf. Dirinya menginginkan dengan berdirinya Kampung Sehat maka masyarakat yang ada di dalamnya juga sehat.
Sampai dengan saat ini, tidak ada lagi masyarakat yang ragu berobat kepada Yusuf. Bahkan, ia mengaku, puluhan ribu botol plastik bekas dikumpulkannya.
“Di sini mereka sudah banyak yang berobat, bahkan 13 ribuan botol sebulan bisa terkumpul,” tutur dia.
Advertisement
Bangkitkan Semangat Nasional
Tak berhenti sampai di situ, Yusuf juga ingin membangkitkan semangat nasionalisme di kalangan anak-anak SMA. Sembari mengkampanyekan bahaya global warming, ia pun merekrut anggota-anggotanya yang disebut agen perubahan.
“Indonesia ini dengan kebhinekaannya, tidak ada lagi saling caci, saling maki, indahlah dalam kebhinekaan. Kita berbagai suku, meskipun kita beberapa agama tapi kita bisa bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata dia.
Di situ, Yusuf mengaku ingin membakar semangat nasionalisme anak-anak. Tanpa ragu, ia turun langsung ke SMA-SMA yang ada di Cianjur melakukan seminar tentang nasionalisme. Isinya tentang merawat negeri ini dan bagaimana mencintai negeri ini.
Hingga kini, diakui Yusuf, agen perubahan tersebut sudah berjumlah lebih dari 500 orang dan semuanya menjadi member dari komunitasnya.
“Kita di sini poin intinya nasionalisme, kecintaan terhadap negeri ini, kemudian bagaimana membantu masyarakat untuk agar Ibu Pertiwi tetap tersenyum,” jelas Yusuf.
Saksikan tayangan video menarik berikut ini: