Sukses

KPK Amankan Rekaman CCTV di Rumah Dirut PLN

Mengetahui penggeledahan itu, Dirut PLN Sofyan Basir yang awalnya tidak ada di rumah, langsung datang untuk mendengar penjelasan dari KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah barang bukti diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari rumah Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Sejumlah dokumen dan CCTV dibawa penyidik KPK untuk pemeriksaan lanjutan.

"Saya dapat (informasi) dari tim yang telah selesai penggeledahan di rumah Dirut PLN, ada beberapa dokumen yang juga diduga terkait PLTU kemudian barang bukti elektronik termasuk CCTV, akan pelajari lebih lanjut, klarifikasi dan pemanggilan saksi," kata Juru Bicara Febri Diansyah di Gedung KPK, Minggu 15 Juli 2018.

Febri menceritakan, saat penggeledahan, Dirut PLN sedang tidak ada di rumah. Namun, yang bersangkutan kemudian datang untuk mengetahui duduk perkara yang ditangani KPK.

"Awalnya tidak ada ya, tapi kemudian datang ke rumah dan jelaskan bahwa (KPK) sedang melakukan proses (penyidikan) terkait dugaan suap PLTU di Riau," ujar Febri.

Sejumlah bukti dibawa penyidik KPK ini berhubungan dengan aliran dana Rp 4,8 miliar ke Wakil Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dari pengusaha Johanes B Kotjo. KPK memang tengah mendalami aliran dana tersebut.

"Jadi KPK pada prinsipnya mencari bukti berdasarkan dua hal, informasi terkait dengan dugaan aliran dana yang sudah mengalir, kemudian transaksinya bagaimana. Ini sangat penting didalami lebih lanjut terutama terkait kerja sama pada PLTU di Riau," ucap Febri.

KPK belum menjelaskan kaitan Dirut PLN Sofyan Basir dalam kasus ini.

2 dari 2 halaman

2 Tersangka

Pada kasus ini, KPK menjadikan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pengusaha Johanes B Kotjo selaku pemilik saham Blackgold Natural Recourses sebagai tersangka.

Komisi VII DPR menaungi lingkup energi, riset, teknologi, dan lingkungan hidup. Selain Eni, Komisi VII dipimpin oleh Gus Irawan Pasaribu selaku ketua komisi. Sementara wakil ketua lainnya adalah Herman Khaeron, Syaikhul Islam Ali, dan Tamsil Linrung.

Menurut Basaria, ada kemungkinan uang suap sebesar Rp 4,8 miliar yang diterima Eni Maulani Saragih juga masuk ke kantor pimpinan ataupun anggota Komisi VII DPR lainnya.

"Yang lain-lain masih mungkin terjadi, karena kita tahu uang Rp 4,8 miliar secara keseluruhan sementara yang sudah diterima. Apakah ini ke mana, belum bisa kami memberikan informasi itu," kata Basaria.

Menurut Basaria, berdasarkan penyelidikan awal, uang sejumlah Rp 4,8 miliar tersebut hanya diterima Eni dari Johanes. Namun bukan tidak mungkin dalam proses penyidikan nanti KPK akan menemukan pihak lain yang diduga berkaitan.

"Ya pihak yang diduga sebagai penerima itu selain disangkakan Pasal 12 a atau Pasal 11 juga dijunctokan Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Diduga perbuatan ini tidak dilakukan sendirian, dan itulah yang nanti jadi ruang bagi pengembangan KPK melihat pihak-pihak lain," ucap Basaria.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini: