Sukses

Suryadharma Ali Belum Berpikir Kembali ke Dunia Politik

Mantan Menteri Agama di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Suryadharma Ali mengatakan, hanya ingin fokus mengurus perkaranya.

Liputan6.com, Jakarta - Terpidana korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 2010-2013 dan dana operasional menteri, Suryadharma Ali mengatakan belum terpikir kembali ke dunia politik setelah bebas. Saat ini, Suryadharma sedang menunggu putusan peninjauan kembali (PK) dari Mahkamah Agung atas kasusnya.

Mantan Menteri Agama di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini mengatakan, hanya ingin fokus mengurus perkaranya.

"Saya belum ke arah situ (politik). Ingin menyelesaikan perkara hukum dulu," ujar Suryadharma Ali usai sidang PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (18/7/2018).

Agenda sidang PK hari ini, mendengarkan keterangan dua ahli. Ada mantan auditor BPK dan ahli hukum administrasi negara. Pekan depan, sidang dilanjutkan dengan agenda pembacaan kesimpulan.

Suryadharma Ali mengatakan kehadiran ahli dalam sidang PK ini bertujuan meluruskan kebijakan terkait penggunaan dana operasional menteri. Berdasarkan keterangan ahli, dana operasional menteri bersifat diskretif dan fleksibel.

"Alhamdulillah persidangan pada hari ini lebih meluruskan persoalan khususnya mengenai dana operasional menteri. Bahwa dana operasional menteri itu sifatnya diskresi. Menteri memiliki fleksibilitas yang luas dan memang tidak tertutup kemungkinan ada diskresi yang bersifat subjektif," kata Suryadharma Ali.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Harapan

Dia berharap mendapat putusan yang terbaik nantinya. Dia mengatakan, pengajuan PK bukan karena hakim agung MA Artidjo Alkostar telah pensiun.

"Ini bukan ada Artidjo atau tidak ada Artidjo. Ya mudah-mudahan yang terbaik buat saya," ujar Suryadharma Ali. "Ya alhamdulillah kalau bebas," sambung dia.

Sementara itu, pengacara Suryadharma Ali, Muhammad Rullyandi mengatakan dua ahli yang dihadirkan pihaknya untuk menjelaskan, BPK lah satu-satunya lembaga yang diberikan kewenangan untuk menentukan ada atau tidaknya kerugian negara. Laporan BPK itulah yang harus menjadi acuan penegak hukum.

"Laporan-laporan BPK merupakan laporan yang harus menjadi acuan bagi penegak hukum, meskipun ada audit dari BPKP yang sebetulnya bertentangan dengan UU," kata Rullyandi.

Ia mengatakan UU adalah norma hukum tertinggi di republik ini dan harus dihormati itu. "Dalam Pasal 23 hanya dikatakan satu, Badan Pemeriksa Keuangan dalam hal memeriksa pertanggungjawaban keuangan negara. Karena itu aparat penegak hukum, KPK, penyidik, jaksa, dan majelis hakim harus tunduk pada konstitusi kita," Rullyandi menjelaskan.

Mengenai dana operasional menteri, Rullyandi mengatakan itu merupakan diskresi yang bersifat subjektif dan tidak perlu dipertanggungjawabkan secara pidana. "Karena itu sifatnya administratif," ujar dia.

 

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com